A. Definisi
TK adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis
cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat
non-degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar → timbul gangguan fisik,
kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat
kesadaran (Dawodu, 2003; Sutantoro, 2004).
B. Anatomi
Calvaria (os frontalis, parietalis, occipitalis, dan
temporalis).
Basis cranii (os petrosus, ethmoidalis, sphenoidalis,
mastoideus, dan atap
orbita).
Struktur pelindung otak:
Rambut, kulit, tulang, meninges dan cairan
serebrospinal (LCS)
Struktur otak:
Otak →
100 milyar neuron & 1 trilyun neuroglia.
Berat ± 1400 gram atau 2% BB manusia, dikelilingi LCS → mengisi ruang
Subaraknoid.
Komponen otak : cerebrum, cerebellum dan batang otak.
Pasokan darah otak dari : a. carotis interna dan a.
vertebralis.
C. Epidemiologi
Menurut Dawodu (2003) insidensi TK tertinggi pada
kelompok umur 15-45 tahun →
32,8/100.000. Perbandingan ♂
> ♀ = 3,4 : 1. Penyebab utama → kecelakaan lalu-lintas
(bermotor) tiap tahun 1 juta meninggal & 20 juta cedera (Islam, 1999;
Fauzi, 2002).
Insiden TK 26% dari semua kecelakaan; 33% kematian
karena trauma kapitis.
Insiden TK karena kecelakaan → 50% meninggal sebelum
tiba di RS, 40% meninggal dalam 1 hari dan 35% meninggal dalam 1 minggu
perawatan. (Sidharta, 2003).
D. Klasifikasi dan Patogenesis Trauma Kepala
Menurut Listiono (1998), klasifikasi TK berdasarkan
keadaan patologis dan tampilan klinisnya.
Klasifikasi Patologis TK
a. TK Primer
TK primer merupakan efek langsung trauma pada fungsi
otak, dimana kerusakan neurologis langsung disebabkan oleh suatu benda/serpihan
tulang yang menembus/merobek jaringan otak karena efek percepatan-perlambatan
(Lombardo, 1995). Jaringan yang mungkin terkena pada TK adalah:
Kulit (hematom kulit kepala; luka kulit kepala luka lecet dan luka robek).
Tulang (fraktur calvaria linear, impresi, depresi, ekspresi; fraktur basis cranii).
Lesi intrakranial :
Lesi fokal (Kontusio cerebri, PIS, PED, PSD, PSA).
Lesi difus (Konkusio/comutio cerebri, Cedera Axonal
Difus, Laserasi cerebri).
b. TK Sekunder
Menurut Listiono (1998) dan Fauzi (2002), penyebab TK
sekunder adalah:
Penyebab sistemik (hipotensi, hipoksia, hipertermi,
hiponatremia).
Penyebab intrakranial (TIK meningkat, hematom, edema,
kejang, vasospasme dan infeksi).
Klasifikasi berdasarkan pemeriksaan klinis
Mengingat fasilitas pemeriksaan neuroradiologis berupa
CT-scan masih jarang, maka agar dapat mengelola dengan baik, pasien-pasien
cedera otak, khususnya jenis tertutup, berdasarkan gangguan kesadarannya
(berdasarkan Glasgow Coma Scale + GCS) dikelompokkkan menjadi :
Cedera kepala ringan (Head Injury Grade I)
GCS : 13-15 bisa disertai disorientasi, amnesia, sakit
kepala, mual, muntah.
Cedera kepala sedang (Head Injury Grade II)
GCS : 9-12 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan
neurologis fokal.
Disini pasien masih bisa mengikuti/menuruti perintah
sederhana.
Cedera kepala berat.
GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa
disertai gangguan fungsi batang otak.
Perlu ditekankan di sini bahwa penilaian derajat
gangguan kesadaran ini dilakukan sesudah stabilisasi sirkulasi dan pernafasan
guna memastikan bahwa defisit tersebut diakibatkan oleh cedera otak dan bukan
oleh sebab yang lain.
Skala ini yang digunakan untuk menilai derajat gangguan
kesadaran, dikemukakan pertama kali oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974.
Penilaiannya adalah berdasarkan respons membuka mata (=
E), respon motorik (= M) dan respon verbal (= V).
Pemeriksaan GCS tidak memerlukan alat bantu, mudah
dikerjakan sehingga dapat dilakukan dimana saja oleh siapa saja.
Daftar penilaian GCS selengkapnya adalah seperti
terlihat pada tabel di bawah ini.
Eye opening (E)
Spontaneous 4
To call 3
To pain 2
None 1
Motor response (M)
Obeys commands 6
Localizes pain 5
Normal flexion (withdrawal) 4
Abnorma flexion (decoraticate) 3
Extension (decerebrate) 2
None (flaccid) 1
Verbal respons (V)
Oriented 5
Confused conversation 4
Inappropriate words 3
Incomprehensible sounds 2
None 1
* GCS sum score = (E + M + V); best possible score =
15; worst possible score = 3
E. Mekanisme Trauma Kepala
1. Direct Impact → lesi berada satu sisi dengan trauma
2. Akselerasi-Deselerasi
* Dasar : massa jenis kranium > massa jenis otak.
* Terjadi percepatan kranium searah dengan trauma
padahal cerebrum sedang dalam perjalanan searah trauma→ terjadi benturan antara
kranium dengan cerebrum.
3. Shock wave injury
- Dasar : trauma merupakan gelombang yang dijalarkan
melalui kranium dan
cerebrum.
- Terjadi pada trauma beberapa kali sekaligus:
* trauma I → terjadi perambatan gelombang.
* trauma II → gelombang dialirkan kembali kearah semula
sehingga
terjadi benturan 2 gelombang yang mengakibatkan
kerusakan berupa
kontusio/comutio.
4. Rotational injury
Trauma dengan membentuk sudut akibat putaran kepala
(pemuntiran).
F. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fisik, meliputi : penilaian GCS, reflek
pupil, gerakan bola mata, vital sign, meningeal sign, nervi kranialis, fungsi
motorik.
Px. Penunjang, meliputi: CT-scan, foto polos kepala,
MRI, lab. darah dan elektrolit.
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan neurologis
(GCS dan reaksi pupil) dan pemeriksaan penunjang (CT-scan, foto polos kepala,
MRI, lab. darah dan elektrolit).
H. Diagnosis Banding
Jika riwayat trauma kurang jelas dan pasien tidak
sadar, kita hrs membedakan cedera kepala tertutup dengan penyebab lainnya,
seperti: koma diabetik, koma alkoholik, CVD atau epilepsy (jika pasien kejang).
I. Komplikasi Jangka Panjang
Menurut Harsono (1999), terdapat faktor prediksi
terhadap komplikasi jangka panjang TK, yaitu: kualitas TK, frekuensi TK, jenis
perubahan anatomi, usia penderita.
Akibat jangka panjang TK;
Kerusakan saraf cranial (anosmia, gangguan visual,
oftalmoplegi, paresis fasialis, gangguan auditorik)
Disfasia.
Hemiparesis.
Sindrom Pasca TK/ Post Concussional Syndrome.
Fistula karotika-kavernosus.
Epilepsi post trauma.
Infeksi dan fistula LCS.
J. Terapi
Menurut Chusid (1982), penatalaksanaan TK dibagi 2,
yaitu:
a. Tindakan darurat → atasi syok (cairan dan darah) dan prinsip
ABC.
b. Tindakan umum → obat-obatan dan observasi kontinyu.
Menurut Harsono (1999), penatalaksanaan TK sangat
kompleks. Mulai dari menjaga keseimbangan kardiovaskuler, respirasi, cairan
elektrolit dan kalori serta obat-obatan untuk gejala yang timbul, seperti: anti
edema cerebri, anti kejang, antibiotik, AINS serta vitamin neurotropik. Selain
farmakoterapi, pasien TK yang telah membaik memerlukan
fisioterapi-rehabilitatif, psikoterapi serta re-adaptasi lingkungan kerja dan
keluarga.
Menurut Islam (1999), penanganan TK disesuaikan dengan
jenis TK (CKR, CKS, CKB).
Menurut Fauzi (2002), penanganan awal TK mempunyai
tujuan: memantau sedini mungkin dan mencegah TK sekunder; memperbaiki keadaan
umum seoptimal mungkin sehingga membantu penyembuhan sel-sel otak yg rusak.
K. Prognosis
Menurut Chusid (1982), prognosis TK tergantung berat
dan letak TK.
Menurut King & Bewes (2001), prognosis TK buruk
jika pada pemeriksaan ditemukan pupil midriasis dan tidak ada respon E, V, M
dengan rangsangan apapun. Jika kesadarannya baik, maka prognosisnya dubia,
tergantung jenis TK, yaitu: pasien dapat pulih kembali atau traumanya bertambah
berat.
Menurut Fauzi (2002), faktor yang memperjelek prognosis
adalah terlambatnya penanganan awal/resusitasi, transportasi yang lambat,
dikirim ke RS yang tidak memadai, terlambat dilakukan tindakan pembedahan dan
disertai trauma multipel yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar