Definisi:
Cedera
tumpul abdomen : terjadinya trauma pada abdomen, dimana trauma ini tidak
memberikan kelainan yg jelas pada permukaan abdomen, tetapi dapat mengakibatkan
kontusio atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya.
Etiologi:
Cedera
tumpul terbagi atas :
1.
Benturan
benda tumpul, dgn akibat :
1.1 Perforasi pada organ visera berongga.
1.2 Perdarahan pada organ visera padat.
2.
Cedera
kompresi, dgn akibat :
2.1 Robekan dan hematom pada organ visera
padat.
2.2 Ruptur pada organ visera berongga, krn
peningkatan tekanan intra luminer.
3.
Cedera
perlambatan (deselerasi), dgn akibat :
3.1 Peregangan dan ruptur pada jaringan ikat/
penyokong.
Penatalaksanaan:
1.
Survei
Primer
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure)
Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai
dalam 2-5 menit.
1.1 Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara
dan bernafas dgn bebas ?
Jika ada obstruksi, lakukan :
Ø Chin lift/ Jaw thrust
Ø Suction
Ø Guedel Airway
Ø Intubasi trakea
1.2 Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
Ø Beri oksigen
1.3 Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
Ø Hentikan perdarahan external bila ada
Ø Segera pasang dua jalur infus dgn jarum
besar (14-16G)
Ø Beri infus cairan
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil
1.4 Disability
Menilai kesadaran pasien dengan cepat, apakah psn
sadar, hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak
dianjurkan mengukur Glasgow Coma Scale
AWAKE A
RESPON BICARA (VERBAL) V
RESPON NYERI P
TAK ADA RESPONS U
1.5 Disability
Lepaskan baju dan semua penutup tubuh pasien, supaya
dapat dicari semua cidera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher
atau tulang belakang, maka immobilisasi in line harus dikerjakan.
PENGELOLAAN JALAN NAFAS
Prioritas pertama adalah
membebaskan jalan nafas dan mempertahankannya agar tetap
bebas.
1. Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab
dengan jelas adalah tanda bahwa jalan nafasnya bebas.
Pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan jalan nafas buatan dan bantuan pernafasan.
Penyebab obstruksi pada
pasien tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke
belakang. Jika ada cedera
kepala, leher atau dada maka pada waktu intubasi trakhea
tulang leher (cervical spine)
harus dilindungi dengan imobilisasi in-line.
2. Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau
kantung nafas ( selfinvlating)
3. Menilai jalan nafas
Tanda obstruksi jalan nafas
antara lain :
Ø Suara berkumur
Ø Suara nafas abnormal (stridor, dsb)
Ø Pasien gelisah karena hipoksia
Ø Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak dada paradoks
Ø Sianosis
Waspada adanya benda asing di
jalan nafas.
Jangan memberikan obat
sedativa pada pasien seperti ini.
4. Menjaga stabilitas tulang leher
5. Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan
Ø Indikasi tindakan ini adalah :
Ø Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi
Ø Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar
Ø Apnea
Ø Hipoksia
Ø Trauma kepala berat
Ø Trauma dada
Ø Trauma wajah / maxillo-facial
Obstruksi jalan nafas harus
segera diatasi
PENGELOLAAN NAFAS (VENTILASI )
Prioritas kedua adalah memberikan ventilasi yang
adekuat.
Inspeksi / lihat frekwensi nafas (LOOK)
Ø Adakah hal-hal berikut :
Ø Sianosis
Ø Luka tembus dada
Ø Flail chest
Ø Sucking wounds
Ø Gerakan otot nafas tambahan
Palpasi / raba (FEEL)
Ø Pergeseran letak trakhea
Ø Patah tulang iga
Ø Emfisema kulit
Ø Dengan perkusi mencari hemotoraks dan atau pneumotoraks
Auskultasi / dengar (LISTEN)
Ø Suara nafas, detak jantung, bising usus
Ø Suara nafas menurun pada pneumotoraks
Ø Suara nafas tambahan / abnormal
Tindakan Resusitasi
Jika ada distres nafas maka
rongga pleura harus dikosongkan dari udara dan darah dengan
memasang drainage toraks
segera tanpa menunggu pemeriksaan sinar X.
Jika diperlukan intubasi
trakhea tetapi sulit, maka kerjakan krikotiroidotomi.
Catatan Khusus
Ø Jika dimungkinkan, berikan oksigen hingga pasien menjadi stabil
Ø Jika diduga ada tension pneumotoraks, dekompresi harus segera dilakukan
dengan
jarum
besar yang ditusukkan menembus rongga pleura sisi yang cedera. Lakukan
pada
ruang sela iga kedua (ICS 2) di garis yang melalui tengah klavikula.
Ø Pertahankan posisi jarum hingga pemasangan drain toraks selesai.
Ø Jika intubasi trakhea dicoba satu atau dua kali gagal, maka kerjakan
krikotiroidotomi.
Tentu
hal ini juga tergantung pada kemampuan tenaga medis yang ada dan
kelengkapan
alat.
Jangan terlalu lama mencoba
intubasi tanpa memberikan ventilasi
PENGELOLAAN SIRKULASI
Prioritas ketiga adalah perbaikan sirkulasi agar
memadai.
‘Syok’ adalah keadaan berkurangnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Pada pasien
trauma keadaan ini paling
sering disebabkan oleh hipovolemia.
Diagnosa syok didasarkan tanda-tanda klinis
:
Hipotensi, takhikardia,
takhipnea, hipothermi, pucat, ekstremitas dingin, melambatnya
pengisian kapiler (capillary
refill) dan penurunan produksi urine. (lihat Appendix-3)
Jenis-jenis syok :
Syok hemoragik (hipovolemik): disebabkan kehilangan akut
dari darah atau cairan
tubuh. Jumlah darah yang
hilang akibat trauma sulit diukur dengan tepat bahkan pada
trauma tumpul sering
diperkirakan terlalu rendah. Ingat bahwa :
Ø Sejumlah besar darah dapat terkumpul dalam rongga perut dan pleura.
Ø Perdarahan patah tulang paha (femur shaft) dapat mencapai 2 (dua) liter.
Ø Perdarahan patah tulang panggul (pelvis) dapat melebihi 2 liter
Syok kardiogenik : disebabkan berkurangnya
fungsi jantung, antara lain akibat :
Ø Kontusioo miokard
Ø Tamponade jantung
Ø Pneumotoraks tension
Ø Luka tembus jantung
Ø Infark miokard
Penilaian tekanan vena
jugularis sangat penting dan sebaiknya ECG dapat direkam.
Syok neurogenik : ditimbulkan oleh hilangnya
tonus simpatis akibat cedera sumsum
tulang belakang (spinal
cord). Gambaran klasik adalah hipotensi tanpa diserta
takhikardiaa atau
vasokonstriksi.
Syok septik : Jarang ditemukan pada fase
awal dari trauma, tetapi sering menjadi
penyebab kematian beberapa
minggu sesudah trauma (melalui gagal organ ganda). Paling
sering dijumpai pada korban
luka tembus abdomen dan luka bakar.
Hipovolemia adalah keadaan
darurat mengancam jiwa
Yang harus dikenali dan
diatasi secara agresif
Langkah-langkah resusitasi sirkulasi
Tujuan akhirnya adalah
menormalkan kembali oksigenasi jaringan.
Karena penyebab gangguan ini
adalah kehilangan darah maka resusitasi cairan merupakan
prioritas
1. Jalur intravena yang baik
dan lancar harus segera dipasang. Gunakan kanula besar
(14 - 16 G). Dalam keadaan
khusus mungkin perlu vena sectie
2. Cairan infus (NaCL 0,9%)
harus dihangatkan sampai suhu tubuh karena hipotermia
dapat menyababkan gangguan
pembekuan darah.
3. Hindari cairan yang
mengandung glukose.
4. Ambil sampel darah
secukupnya untuk pemeriksaan dan uji silang golongan darah.
Urine
Produksi urine menggambarkan
normal atau tidaknya fungsi sirkulasi jumlah seharusnya
adalah > 0.5 ml/kg/jam.
Jika pasien tidak sadar dengan syok lama sebaiknya dipasang
kateter urine.
Transfusi darah
Penyediaan darah donor
mungkin sukar, disamping besarnya risiko ketidak sesuaian
golongan darah, hepatitis B
dan C, HIV / AIDS. Risiko penularan penyakit juga ada
meski donornya adalah
keluarga sendiri.
Transfusi harus
dipertimbangkan jika sirkulasi pasien tidak stabil meskipun telah
mendapat cukup koloid /
kristaloid. Jika golongan darah donor yang sesuai tidak tersedia,
dapat digunakan darah
golongan O (sebaiknya pack red cel dan Rhesus negatif.
Transfusi harus diberikan
jika Hb dibawah 7g / dl jika pasien masih terus berdarah.
Prioritas pertama : hentikan perdarahan
Cedera abdomen
Damage control laparatomy
harus segera dilakukan sedini mungkin bila resusitasi
cairan tidak dapat
mempertahankan tekanan sistolik antara 80-90 mmHg. Pada waktu
DC laparatomy, dilakukan
pemasangan kasa besar untuk menekan dan menyumbat
sumber perdarahan dari organ
perut (abdominal packing). Insisi
pada garis tengah
hendaknya sudah ditutup
kembali dalam waktu 30 menit dengan menggunakan
penjepit (towel clamps).
Tindakan resusitasi ini hendaknya dikerjakan dengan
anestesia ketamin oleh dokter
yang terlatih (atau mungkin oleh perawat untuk rumah
sakit yang lebih kecil).
Jelas bahwa teknik ini harus dipelajari lebih dahulu namun
jika dikerjakan cukup baik
pasti akan menyelamatkan nyawa.
Prioritas kedua: Penggantian cairan, penghangatan,
analgesia dengan ketamin.
Ø Infus cairan pengganti harus dihangatkan karena proses pembekuan darah
berlangsung
paling baik pada suhu 38,5 C. Hemostasis sukar berlangsung baik pada
suhu
dibawah 35 C. Hipotermia pada pasien trauma sering terjadi jika evakuasi pra
rumah
sakit berlangsung terlalu lama (bahkan juga di cuaca tropis). Pasien mudah
menjadi
dingin tetapi sukar untuk dihangatkan kembali, karena itu pencegahan
hipotermia
sangat penting. Cairan oral maupun intravena harus dipanaskan 40-42 C.
Ø Resusitasi cairan hipotensif : Pada kasus-kasus dimana penghentian
perdarahan tidak
definitive
atau tidak meyakinkan volume diberikan dengan menjaga tekanan sistolik
antara
80 - 90 mmHg selama evakuasi.
Ø Cairan koloid keluar, cairan elektrolit masuk ! Hasil penelitian terbaru
dengan
kelompok
kontrol menemukan sedikit efek negatif dari penggunaan koloid
dibandingkan
elektrolit untuk resusitasi cairan.
Ø Resusitasi cairan lewat mulut (per-oral) cukup aman dan efisien jika
pasien masih
memiliki
gag reflex dan tidak ada cedera perut. Cairan yang diminum harus rendah
gula
dan garam. Cairan yang pekat akan menyebabkan penarikan osmotik dari
mukosa
usus sehingga timbullah efek negatif. Diluted cereal porridges yang
menggunakan
bahan dasar lokal/setempat sangat dianjurkan.
Ø Analgesia untuk pasien trauma dapat menggunakan ketamin dosis berulang
0,2
mg/kg.
Obat ini mempunyai efek inotropik positif dan tidak mengurangi gag reflex,
sehingga
sesuai untuk evakuasi pasien trauma berat.
SURVEI SEKUNDER
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah
stabil
Bila sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk
maka kita harus kembali
mengulangi PRIMARY SURVEY.
Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
Ø Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
Ø Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali
bila ada
trauma wajah
Ø Periksa dubur (rectal toucher), menilai:
I. Tonus sfinkter anus
II. Integritas dinding rektum
III. Darah dalam rektum
IV. Posisi prostat.
Ø Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu menemukan
adanya darah atau
cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya
alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
Indikasi untuk melakukan DPL
sbb.:
Ø Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Ø Trauma pada bagian bawah dari dada
Ø Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Ø Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera
otak)
Ø Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
Ø Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif
melakukan DPL sbb.:
Ø Hamil
Ø Pernah operasi abdominal
Ø Operator tidak berpengalaman
Ø Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan
Problem spesifik lain pada trauma abdominal :
Patah tulang pelvis sering
disertai cedera urologis dan perdarahan masif.
Ø Pemeriksaan rektum penting untuk mengetahui posisi prostat dan adanya
darah
atau
laserasi rektum atau perineum.
Ø Foto ronsen pelvis ( bila diagnosaklinis sulit ditegakkan).
Penata-laksanaan patah tulang
pelvis termasuk :
Ø Resusitasi (ABC)
Ø Transfusi
Ø Imobilisasi dan penilaian untuk operasi
Ø Analgesik
Patah tulang pelvis sering
menyebabkan perdarahan masif
http://ikextx.weebly.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar