Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara
klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe
virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara Tropis dan
Subtropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.
Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada
tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia.
Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik,
tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda.
Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari
hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan
tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah. Infeksi virus Dengue telah
menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan sub tropis.
Kejadian penyakit DBD semakin tahun semakin meningkat dengan manifestasi klinis
yang berbeda mulai dari yang ringan sampai berat. Manifestasi klinis berat yang
merupakan keadaan darurat yang dikenal dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
dan Dengue Shock Syndrome (DSS).
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue termasuk
didalamnya Demam Berdarah Dengue sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik,
demam ringan yang tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga
yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS). Dalam praktek sehati-hari,
pada saat pertama kali penderita masuk rumah sakit tidaklah mudah untuk
memprediksikan apakah penderita Demam Dengue tersebut akan bermanifestasi
menjadi ringan atau berat.
Infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue yang
berbeda dari sebelumnya merupakan faktor resiko terjadinya manifestasi Deman
Berdarah Dengue yang berat atau Dengue Shock Syndrome (DSS). Namun sampai saat
ini mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus Dengue masih belum jelas,
banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue, antara
lain faktor host, lingkugan (environment) dan faktor virusnya sendiri.
1.
Faktor host yaitu
kerentanan (susceptibility) dan respon imun.
2.
Faktor lingkungan
(environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah
hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas,
perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk).
3.
Jenis nyamuk
sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh. Faktor agent yaitu sifat
virus Dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu
Dengue 1, 2, 3 dan 4. Penelitian terhadap epidemi Dengue di Nicaragua tahun
1998, menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada
daerah geografi dan serotipe virusnya..
Untuk menegakkan diagnosa infeksi virus Dengue
diperlukan dua kriteria yaitu kriteria klinik dan kriteria laboratorium (WHO,
1997). Pengembangan tehnologi laboratorium untuk mendiagnosa infeksi virus
Dengue terus berlanjut hingga sensitivitas dan spesifitasnya menjadi lebih
bagus dengan waktu yang cepat pula.
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan
yaitu : uji serologi, isolasi virus, deteksi antigen dan deteksi RNA/DNA
menggunakan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR). (Mariyam, 1999).
Wabah Dengue yang baru terjadi di Bangladesh yang
diidentifikasi dengan PCR ternyata Den-3 yang dominan. Sedangkan wabah di Salta
Argentina pada tahun 1997 ditemukan bahwa serotipe Den-2 yang menyebabkan
transmisinya.
Sistem surveillance Dengue di Nicaragua pada bulan Juli
hingga Desember 1998 mengambil sampel dari beberapa rumah sakit dan pusat
kesehatan (Health Center) yang terdapat pada berbagai lokasi menghasilkan
temuan 87% DF, 7% DHF, 3% DSS, 3% DSAS. Den-3 paling dominan, Den-2 paling
sedikit. Disimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada
wilayah geografi dan serotipe virusnya.
Virus Dengue
Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus
flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, 2, 3 dan 4. Struktur antigen
ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap
masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang.. Variasi
genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar
serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu sendiri tergantung waktu dan daerah
penyebarannya. Pada masing-masing segmen codon, variasi diantara serotipe dapat
mencapai 2,6 ? 11,0 % pada tingkat nukleotida dan 1,3 ? 7,7 % untuk tingkat
protein (Fu et al, 1992). Perbedaan urutan nukleotida ini ternyata menyebabkan
variasi dalam sifat biologis dan antigenitasnya.
Virus Dengue yang genomnya mempunyai berat molekul 11
Kb tersusun dari protein struktural dan non-struktural. Protein struktural yang
terdiri dari protein envelope (E), protein pre-membran (prM) dan protein core
(C) merupakan 25% dari total protein, sedangkan protein non-struktural
merupakan bagian yang terbesar (75%) terdiri dari NS-1 ? NS-5. Dalam merangsang
pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi
adalah protein E, kemudian diikuti protein prM dan C. Sedangkan pada protein
non-struktural yang paling berperan adalah protein NS-1.
Vektor
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui
gigitan nyamuk Aedes (Ae.) dari subgenus Stegomyia. Ae. aegypti merupakan
vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae.albopictus, Ae.
polynesiensis, anggota dari Ae.Scutellaris complex, dan Ae.(Finlaya) niveus
juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae.aegyti semuanya mempunyai
daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka
merupakan host yang sangat baik untuk virus Dengue, biasanya mereka merupakan
vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti. (WHO, 2000)
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia
sangat bervariasi. Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik,
demam ringan yang tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga
yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS), (Soegijanto, 2000).
Diagnosis Demam Berdarah Dengue ditegakkan berdasarkan
kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari kriteria klinis dan
laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis
yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung
terus menerus selama 1-7 hari.
Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
1.
Uji tourniquet
positif
2.
Petekia,
ekimosis,purpura
3.
Perdarahan
mukosa,epistaksis, perdarahan gusi
4.
Hematemesis dan
atau melena
5.
Hematuria
6.
Pembesaran hati
(hepatomegali).
7.
Manifestasi
syok/renjatan
Kriteria Laboratoris :
1.
Trombositopeni
(trombosit < 100.000/ml)
2.
Hemokonsentrasi
(kenaikan Ht > 20%)
Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997)
membagi menjadi 4 derajat, yaitu :
1.
Derajat I:
Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan
manifestasi perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif.
2.
Derajat II :
Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala
perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.
3.
Derajat III:
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar
mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
4.
Derajat IV :
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba
dan tekanan darah tidak terukur.
Patogenesis dan Patofisiologi
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun
terdapat dua perubahan patofisiologis yang menyolok, yaitu Meningkatnya
permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan
terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran
plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi
singkat (24-48 jam).
Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.
Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien
DBD. Kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat.
Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui.
Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD, namun demikian peran kompleks
antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD
dibandingkan dengan DD dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi
virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi Dengue
sebelumnya. Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons
imun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (WHO, 2000).
Epidemiologi Molekuler
Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan
yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena peningkatan
jumlah penderita, menyebarluasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi
klinis berat yang merupakan keadaan darurat yaitu Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
dan Dengue Shock Syndrome (DSS).
Antara tahun 1975 dan 1995, DD/DBD terdeteksi
keberadaannya di 102 negara di dari lima wilayah WHO yaitu : 20 negara di
Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di
Mediterania Timur dan 29 negara di Pasifik Barat. Seluruh wilayah tropis di
dunia saat ini telah menjadi hiperendemis dengan ke-empat serotipe virus secara
bersama-sama diwilayah Amerika, Asia Pasifik dan Afrika.
Indonesia, Myanmar, Thailand masuk kategori A yaitu :
KLB/wabah siklis) terulang pada jangka waktu antara 3 sampai 5 tahun. Menyebar
sampai daerah pedesaan, dengan sirkulasi serotipe virus beragam.
http://www.drjaka.com/2010/03/demam-berdarah-dengue-etiologi-dan.html
http://www.drjaka.com/2010/03/demam-berdarah-dengue-etiologi-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar