Cari Blog Ini

30/09/11

Radang / Inflamasi


BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Keadaan tubuh sehat adalah suatu harga mutlak yang harus dimiliki oleh seorang manusia. Manusia dapat melaksanakan segala aktivitasnya dalam keadaan sehat. Keadaan sehat juga dapat mempengaruhi kondisi  psikis seorang manusia, sehingga keadaan sehat juga berpengaruh dalam jasmani dan rohani manusia dalam hidup.
Namun sesuai kodrat yang asalnya dari Allah SWT sang maha pencipta, manusia tidaklah selalu merasakan sehat dalam hidupnya. Keadaan sakit dapat menerpa dimanapun, kapanpun, kepada siapapun, oleh siapapun tanpa ada yang mengetahui dan tanpa ada yang dapat mencegahnya.
Keadaan sakit ini dapat dipengaruhi oleh berbagai hal baik dari luar tubuh maupun kerusakan sel dari dalam tubuh. Kerusakan ini seperti misalnya terjadi trauma yang berakibat matinya sel yang hidup dalam tubuh. Hal inilah yang kemudian akan menyebabkan suatu peradangan yang merupakan respon memperbaiki diri sel tubuh dari trauma atau jejas pada sel tersebut.
Oleh karena pentingnya keadaan sakit terutama peradangan  ini. Maka penulis akan  membahasnya di dalam  laporan tutorial yang berjudul Peradangan Sebagai Respon Protektif Tubuh Terhadap Kerusakan Sel.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dicantumkan di atas maka penulis dapat merumuskan berbagai masalah sebagai berikut:
1.              Apa yang dimaksud dengan sel?
2.              Apa yang dimaksud dengan jejas sel?
3.              Apa yang dimaksud dengan peradangan?
4.              Apa sajakah mediator-mediator kimia pada peradangan?
5.              Apa sajakah tanda-tanda pada peradangan?
6.              Bagaimana mekanisme peradangan?
7.              Bagaimanakah mekanisme tanda-tanda radang?
8.              Bagaimanakah mekanisme pembekuan darah?
9.              Obat-obat apakah yang diberikan pada keadaan peradangan?

C.      Tujuan
Melalui cakupan laporan tutorial ini. Penulis menginginkan dapat mencapai tujuan seperti berikut ini :
1.             Mahasiswa mengerti tentang keadaan sakit.
2.             Mahasiswa mengerti pengertian serta fungsi peradangan.
3.             Mahasiswa mengetahui mekanisme peradangan.
4.             Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme pembekuan darah.
5.             Mahasiswa mengetahui obat-obat yang harus diberikan pada saat terjadi peradangan.

D.      Manfaat
Melalui laporan tutorial ini, diharapkan supaya dapat dipetik manfaatnya seperti:
1.             Mahasiswa mengetahui pentingnya peradangan dalam keadaan tubuh memprotektif diri saat kerusakan sel.
2.             Mahasiswa tahu akan mekanisme kerja tubuh saat terjadi peradangan.
3.             Mahasiswa mampu mengidentifikasi berbagai hal yang menyebabkan peradangan.
4.             Mahasiswa mampu mengetahui terjadinya pembekuan darah setelah terjadinya peradangan dalam rangka perbaikan diri pada sel.
5.             Mahasiswa mengetahui obat-obat yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami peradangan.

                                                                         



BAB II
STUDI PUSTAKA

A.      Pengertian sel
Sel merupakan partisipan aktif di lingkungannya, yang secara tetap menyesuaikan struktur dan fungsinya untuk mengakomodasi tuntutan perubahan dan stres ekstrasel. Sel cenderung mempertahankan lingkungan segera dan intraselnya dalam rentang parameter fisiologis yang relatif sempit dalam mempertahankan homeostasis (Robbins et al, 2007).
Sebuah sel manusia tipikal dibatasi oleh membran sel dengan sitoplasma akuosa yang didalamnya mengandung nukleus dan berbagai organ. Membran sel memberi bentuk sel dan melekatkan sel pada sel-sel lain. Fungsi membran sel sebagai pintu gerbang yang memungkinkan transpor selektif zat-zat makanan dan produk buangan ke dalam dan keluar sel, membangkitkan potensial membran, dan bekerja sebagai saluran komunikasi untuk kontrol sinyal dari sekitar tubuh. Nukleus mengandung genom DNA yang mengkode untuk sintesa protein. Retikulum endoplasma dan apparatus golgi bersama-sama menyintesis protein di bawah kontrol RNA di dalam ribosom menurut perintah DNA. Mitokondira merupakan organel yang terlibat dalam produksi ATP, sirkulasi energi di dalam sel. Lisosom merupakan kemasan enzim-enzim pencernaan yang dibatasi membran yang memecah debris intraselular dan bahan-bahan yang difagositosis (Price et al, 2005).
B.       Definisi mengenai jejas sel
Ketika mengalami stres fisiologis atau rangsang patologis, sel bisa beradaptasi, mencapai kondisi baru dan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Respons adaptasi utama adalah atrofi, hipertrofi, hiperplasia dan metaplasia. Jika kemampuan adaptatif berlebihan, sel mengalami jejas. Dalam batas waktu tertentu, cedera bersifat reversibel, dan sel kembali ke kondisi stabil semula, namun dengan stres berat atau menetap, terjadi cedera irreversibel dan sel yang terkena mati (Robbins et al, 2007).
Semua sel memiliki enzim didalamnya, banyak diantaranya bersifat litik. Sewaktu sel hidup enzim-enzim tidak menimbulkan kerusakan pada sel, tetapi enzim-enzim ini dilepaskan pada saat sel mati, dan mulai melarutkan berbagai unsur selular. Selain itu, pada saat sel mati berubah secara kimiawi, jaringan hidup yang tepat di sebelahnya memberikan respons terhadap perubahan-perubahan itu dan menimbulkan reaksi peradangan akut. Bagian dari reaksi yang terakhir adalah pengiriman banyak leukosit atau sel darah putih ke daerah tersebut, dan sel-sel leukosit ini membantu pencernaan sel-sel yang sudah mati. Jadi, karena enzim-enzim pencernaan tersebut atau sebagai akibat proses peradangan, maka sel-sel yang sudah mencapai titik yang tidak dapat balik mulai mengalami perubahan morfologik yang dapat dilihat. Susunan perubahan pada suatu sel yang mengalami cedera, pada awalnya, biokimia, kemudian fungsional dan akhirnya perubahan morfologik/lesi (Price et al, 2005).
Nekrosis merupakan jenis kematian sel irreversibel yang terjadi ketika terdapat cedera berat atau lama hingga suatu saat sel tidak dapat beradaptasi atau memperbaiki dirinya sendiri. Sedangkan apoptosis adalah jenis kematian atau bunuh diri sel terprogram yang dimediasi sel yang merupakan bagian pusat perkembangan normal, berbeda dengan nekrosis yang tidak terdapat pada perkembangan normal dan merupakan respons terhadap cedera atau kerusakan toksik. Apoptosis secara khas mengenai sel-sel individu yang tersebar dan tidak mengakibatkan peradangan, berbeda dengan nekrosis yang biasanya mengenai jalur-jalur sel di sebelahnya dengan daerah yang dikelilingi oleh peradangan (Price et al, 2005).
C.       Pengertian peradangan/inflamasi
Peradangan atau inflamasi adalah suatu respons protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel. Inflamasi melaksanakan tugas pertahanannya dengan mengencerkan, menghancurkan, atau menetralkan agen berbahaya. Inflamasi kemudian menggerakkan berbagai kejadian yang akhirnya menyembuhkan dan menyusun kembali tempat terjadinya jejas. Dengan demikian terkait erat dengan proses perbaikan, yang mengganti jaringan yang rusak dengan regenerasi sel parenkim, dan/atau dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa. Walaupun inflamasi membantu membersihkan infeksi dan bersama-sama dengan proses perbaikan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka, baik inflamasi maupun proses perbaikan sangat potensial menimbulkan bahaya (Robbins et al, 2007).
Inflamasi adalah reaksi terhadap cedera jaringan dan infeksi akibat dilepaskannya mediator-mediator kimia yang menyebabkan baik respons vaskuler dan cairan serta sel-sel seperti leukosit untuk bermigrasi  ke tempat cedera (Kee et al, 1996).
Inflamasi mungkin atau mungkin juga tidak merupakan akibat dari infeksi. Hanya sebagian kecil dari inflamasi disebabkan oleh infeksi (Kee et al, 1996).
D.       Mediator-mediator kimia pada peradangan
Mediator-mediator kimianya adalah histamin, kinin, prostaglandin. Yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
A.           Histamin à mediator pertama dalam proses inflamasi, menyebabkan dilatasi arteriol dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga cairan dapat meninggalkan kapiler dan mengalir ke daerah cedera.
B.            Kinin à seperti bradikinin, juga meningkatkan permeabilitas kapiler dan rasa nyeri.
C.            Prostaglandin à menyebabkan bertambahnya vasodilatasi, permeabilitas kapiler, nyeri, dan demam (Kee et al, 1996).
5.        Tanda-tanda yang timbul saat ada peradangan
Tanda-tanda utama peradangan adalah rubor/kemerahan, kalor/panas, dolor/nyeri, tumor/pembengkakan, dan fungsio laesa/hilang fungsi. Kelima tanda tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
A.           Rubor/kemerahan
Biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Seiring dengan dimulainya reaksi peradangan, arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong, atau mungkin hanya sebagian meregang, secara cepat terisi penuh oleh darah.
B.            Kalor/panas
Terjadi bersamaan dengan rubor pada reaksi peradangan akut. Panas secara khas hanya merupakan reaksi peradangan yang terjadi pada permukaan tubuh. Daerah ini menjadi lebih hangat dari sekelilingnya karena lebih banyak darah dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena dibandingkan daerah yang normal.
C.            Dolor/nyeri
Reaksi peradangan yang ditimbulkan oleh beberapa cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pelepasan zat-zat kimia tertentu seperti histamin atau zat bioaktif lain dapat merangsang saraf. Selain iitu pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang tidak diragukan lagi dapat menimbulkan nyeri.
D.           Tumor/pembengkakan
Tumor dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Sebagian besar eksudat adalah cairan pada awal perjalanannya. Seperti yang terlihat secara cepat di dalam lepuhan setelah luka bakar ringan pada kulit. Kemudian, sel-sel darah putih/leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
E.            Fungsio lasea/hilang fungsi
Perubahan fungsi merupakan bagian yang lazim pada reaksi peradangan (Price et al, 2005).





4.        Mekanisme peradangan
Cedera / ada infeksi
Produksi faktor kimia vasoaktif
Vasodilatasi                Rubor
                                                                        Kalor
                                                                        Dolor
Permeabilitas kapiler meningkat Tumor
Kemotasis                               Marginasi
(perpindahan organisme)                     Diapedesis


 


Fagositosis                              Leukosit & Jaringan Nekrosis
                                                                        Pus (nanah)
                                                                        Abses (penggumpalan nanah)
                                                                        Granulasi (pembentukan jaringan di
daerah luka)
Pemulihan
                                                                                                (Setiadi, 2007).
5.         Mekanisme tanda-tanda radang
Perubahan dalam kaliber pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktur yang memungkinkan protein plasma untuk meningkatkan sirkulasi atau permeabilitas vaskuler. Setelah vasokontriksi sementara, terjadi vasodilatasi arteriol yang mengakibatkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal pada aliran darah kapiler selanjutnya. Pelebaran pembuluh darah ini merupakan penyebab timbulnya warna merah dan hangat yang secara khas terlihat pada inflamasi akut.
Selanjutnya, mikrovaskuler menjadi lebih permeabel, mengakibatan masuknya cairan protein ke dalam jaringan ekstravaskuler. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik sehingga meningkatkan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik perubahan ini digambarkan oleh dilatasi pada sejumlah pembuluhh darah kecil yang dipadati oleh eritrosit. Proses ini disebut stasis. Saat terjadi stasis, leukosit mulai keluar dari aliran darah dan berakumulasi di sepanjang permukaan endotel pembuluh darah. Proses ini dinamakan marginasi. Setelah melekat pada sel endotel, leukosit menyelip diantara sel endotel tersebut dan bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan interstisial (Robbins et al, 2007).
6.        Mekanisme pembekuan darah
       Pembekuan darah merupakan proses autokatalitik dimana sejumlah kecil enzim yang terbentuk pada tiap reaksi akan menimbulkan enzim dalam jumlah besar pada reaksi selanjutnya. Oleh karena itu perlu ada mekanisme kontrol untuk mencegah aktivasi dan pemakaian faktor pemmbekuan darah secara berlebihan yaitu melalui aliran darah, mekanisme pembersihan seluler dan inhibitor alamiah.
       Aliran darah akan menghilangkan dan mengencerkan faktor pembekuan darah yang aktif dan mengencerkan faktor pembekuan darah yang aktif dari tempat luka. Disamping itu faktor pembekuan darah yang aktif akan dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati. Sel retikuloendotelial pada hati berperan dalam menghilangkan tromboplastin jaringan fibrin, sedangkan hepatosit menghilangkan F.IXa, F.Xa dan F.VIIa (Rahajuningsih, S., 2007).
       Lebih dari 50 macam zat penting yang menyebabkan atau mempengaruhi pembekuan darah telah ditemukan dalam darah dan jaringan, beberapa diantaranya mempermudah terjadinya pembekuan darah disebut prokoagulan, dan yang lain menghambat pembekuan darah, disebut dengan antikoagulan. Pada aliran darah normal, antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku saat bersirkulasi di dalam pembuluh darah. Tetapi bila pembuluh darah mengalami ruptur, prokoagulan dari daerah yang rusak menjadi teraktivasi dan melebihi aktivitas antikoagulan dan bekuan darah pun terbentuk.
       Pembekuan terjadi melalui tiga langkah yaitu yang pertama adalah sebagai respons terhadap rupturnya pembuluh darah atau kerusakan darah itu sendiri, rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam darah yang melibatkan lebih dari selusin faktor pembekuan darah. Hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu kompleks substansi teraktivasi yang secara kolektif disebut aktivator protrombin. Yang kedua adalah aktivator protrombin mengkatalisis pengubahan protrombin menjadi trombin. Yang ketiga adalah trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi benang fibrin yang merangkai trombosit, sel darah, dan plasma untuk membentuk bekuan darah (Guyton et al, 2007).
7.         Obat yang diberikan pada keadaan radang
Berbagai mediator kimia yang dilepaskan selama proses inflamasi. Prostaglandin yang telah berhasil diisolasi dari eksudat pada tempat inflamasi adalah salah satu diantaranya. Prostaglandin mempunyai banyak efeknya yaitu vasodilatasi, relaksasi otot polos, meningkatnya permeabilitas kapiler dan sensitisasi sel-sel saraf terhadap nyeri. Prostaglandin mempunyai khasiat tambahan yaitu meredakan nyeri atau sebagai analgesik, menurunkan suhu tubuh yang naik sebagai antipiretik dan menghambat agregasi platelet atau antikoagulan. Setelah dilakukan banyak riset untuk mencari obat yang lebih efektif, kini telah banyak ditemukan obat penghambat prostaglandin. Meskipun obat-obat ini mempunyai efek antiinflamasi yang kuat menyerupai efek kortikosteroid, tetapi obat-obat ini secara kimia tidak ada hubungannya dan karena itu disebut NSAID/non steroidal anti inflammatory drugs atau obat anti inflamasi non steroid (Kee et al, 1996).
Salisilat dan obat yang digunakan untuk penyakit reumatik mempunyai kemampuan untuk memastikan tanda dan gejala peradangan. Beberapa obat tersebut juga mempunyai efek analgesik dan antipiretik, tetapi karena efek antiinflamasinyalah, maka ia bermanfaat dalam penatalaksanaan kelainan yang nyeri yang berhubungann dengan intensitas proses peradangan. Obat yang digunakan karena sifat antiinflamasinya bersifat heterogen secara kimiawi dan mekanisme kerjanya berlainan (Katzung, B.G., 1989).
Aspirin dan obat NSAID yang lebih baru seperti ibuprofen, naproksen & fenoprofen, indometasin, sulindak, meklofenamat, asam mefenamat, tolmetin, fenilbutazon, piroksikam, diflunisal berhubungan secara kimiawi karena merupakan asam organik lemah, selain itu ia mempunyai sifat penting menghambat biosintesis prostaglandin, ia bisa juga menurunkan produksi rantai bebas dan superoksida, serta dapat berinteraksi dengan adenilat siklase untuk mengubah konsentrasi cAMP sel. Meskipun obat tersebut efektif menghambat peradangan, namun tak ada bukti bahwa mereka mampu mengubah perjalanan penyakit artritis (Katzung,B.G., 1989).
Efek samping yang hanya dimiliki oleh aspirin adalah iritasi lambung bila digunakan dalam dosis besar adalah kelemahan aspirin yang mendorong untuk pencarian senyawa penggantinya yaitu NSAID yang pertama adalah ibuprofen pada tahun 1974. NSAID dikelompokkan dalam 7 kelas utama yaitu :
A.           Turunan asam propionat
B.            Turunan indol
C.            Fenamat
D.           Asam piroalkanoat
E.            Turunan pirozolon
F.             Oksikam
G.           Asam salisilat (Katzung, B.G., 1989).















BAB III
PEMBAHASAN

1.         Skenario
       Tita (5 tahun) sedang bercanda dengan teman-temannya di TK. Karena terlalu asyik bercanda, Tita terpeleset dan lututnya terantuk batu. Tita langsung menangis, lutunya terasa nyeri sekali dan susah dipakai untuk berjalan. Saat menangis, guru Tita datang dan mengusap-usap lutut yang nyeri, tangis Tita pun mereda dan nyerinya berkurang. Ketika sampai dirumah ternyata lutunya memar dan teraba hangat.
2.         Analisis Skenario
       Peradangan adalah suatu respon perlindungan yang dilakukan oleh tubuh terhadap suatu kerusakan atau jejas sel yang diakibatkan dari trauma atau radikal bebas lain. Peradangan yang terjadi inilah yang memunculkan beberapa tanda-tanda mulai dari keadaan panas atau demam, keadaan kemerahan, keadaan tumor atau bengkak, dan keadaan nyeri serta juga keadaan hilang fungsi karena kerusakan sel sehingga terjadi perubahan fungsi, dari normal, menjadi tidak normal yang menyebabkan tubuh tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik untuk masing-masing sistem tubuh. Proses peradangan terjadi juga perpindahan jaringan nekrotik atau jaringan yang sudah mati serta membuang sel yang rusak oleh kerusakan sel yang terjadi. Inflamasi atau peradangan ini juga berfungsi untuk tugas pertahanan sebagai pengencer, penghancur, dan penetral agen-agen berbahaya yang bila berada di dalam tubuh. Oleh karena inilah inflamasi identik dengan perbaikan sel-sel tubuh yang rusak dengan regenerasi sel parenkim dengan pengisian setiap defek yang tersisa dengan jaringan parut fibrosa. Selain itu pada keadaan radang ini umunya yang berperan adalah sel darah, protein pada plasma, dinding pembuluh darah, dan matriks ekstrasel. Kemudian juga ada peran dari bagian di intrasel yaitu leukosit, trombosit, dan protein. Prinsipnya adalah terjadi perubahan vasculer dan emigrasi leukosit.
       Pada skenario ini Tita mengalami nyeri pada lutunya setelah terpeleset dan terantuk batu. Hal ini menandakan terjadi trauma pada lutut Tita sehingga kemungkinan besar mengalami peradangan dan tanda-tandanyapun sudah terlihat dimulai dari keadaan nyeri yaitu suatu proses dinamik hubungan fisiologis antara rangsangan nyeri dan keluaran sensorik respons. Nyeri ini dapat mengalami modifikasi seiring dengan waktu dan sifat sistem saraf ini disebut plastisitas. Proses nyeri itu sendiri memliki neurofisiologi perjalanannya yaitu dari transduksi nyeri, transmisi nyeri, modulasi nyeri, dan diakhiri oleh persepsi nyeri yang dibawa oleh saraf-saraf aferen primer yang bertugas untuk menerima dan menyalurkan rangsang nyeri ke sistem saraf pusat di otak. Saraf-saraf aferen primer ini disebut dengan nosiseptor.
       Impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya pertahanan tersebut merupakan suatu pengontrolan nyeri atau yang dimaksud dengan Gate Control Theory. Teori ini menggambarkan kondisi pada saat bagian tubuh yang merasakan nyeri tersebut di usap-usap dengan tangan. Hal yang dilakukan ini akan menutup atau mempetahankan daerah permeabilitas sel di bagian membran yang tadinya membuka karena adanya trauma untuk perlahan-lahan menutup sehingga cairan dari luar sel tidak masuk ke dalam sel dan memenuhi sel sehingga akhirnya pecah dan terjadi jejas atau mengurangi memar. Kemudian cairan berhenti masuk dan akan mengakibatkan warna kemerahan dan darah juga mengeluarkan zat pirogen yang mengakibatkan resa hangat pada bagian yang memar. Adapula cairan dari dalam sel yang rusak akan keluar dari jaringan interstisial maka akan terjadi pembengkakan atau tumor, kemudian protein keluar dan memenuhi interstisial yaitu cairan eksudat yang kaya protein, sedangkan cairan yang miskin kandungan proteinnya adalah cairan transudat. Karena rangsang atau impuls nyeri harus dibawa dahulu oleh nosiseptor menuju saraf pusat inilah yang menyebabkan respons nyeri atau memar serta hangat yang terjadi pada kondisi di skenario berjalan lambat.
Rasa nyeri itu sendiri baru terasa setelah leukosit mulai bergerak (rolling) menggir ke dekat endotel (marginasi) untuk mengaktifkan makrofag untuk membunuh bakteri dan reseptornya mulai bekerja mengakibatkan rasa nyeri itu.
BAB IV
PENUTUP

A.       Kesimpulan
       Dari pembahasan laporan tutorial diatas yang membahas tentang peradangan atau inflamasi  ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.             Peradangan terjadi karena adanya kerusakan sel atau adanya jejas sel.
2.             Jejas sel terjadi karena trauma maupun cedera atau juga karena adanya radikal bebas.
3.             Peradangan adalah suatu proses memperbaiki diri dalam tubuh untuk melindungi dari kerusakan sel.
4.             Peradangan dapat mengakibatkan terjadinya infeksi, namun pada keadaan infeksi belum tentu mengakami peradangan.
5.             Nyeri, panas, kemerahan, tumor, dan hilang fungsi adalah tanda-tanda terjadi peradangan.
6.             Pada sel yang ruptur atau rusak nantinya akan terjadi proses pembekuan darah secara otomatis untuk memperbaiki sel-sel yang rusak.
B.       Saran
Dari pembahasan materi di bagian atas dapat diperhatikan beberapa hal yang mungkin bisa digunakan untuk pembenahan diri yaitu :
1.             Mahasiswa harus mampu mengiidentifikasi keadaan normal dan keadaan sakit.
2.             Mahasiswa harus mengetahui penyebab-penyebab serta gejala peradangan.
3.             Kita semua harus menjaga kondisi tubuh sebaik mungkin supaya sistem perbaikan diri serta respon perlindungan didalam tubuh berfungsi dengan baik.
4.             Kita semua harus berhati-hati supaya tidak mengalami trauma atau cedera yang dapat merusak sel-sel dalam tubuh sehingga berakibat peradangan bahkan infeksi.
5.             Kita sebagai calon dokter harus mengetahui penanganan apakah yang diberikan pada pasien yang menderita peradangan.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, C. Arthur; Hall, E. John., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Katzung, G. Bertram., 1989. Farmakologi Dasar Dan Klinik, Edisi 3. Jakarta : EGC
Kee, L. Joyce; Hayes, R. Evelyn., 1996. FARMAKOLOGI, Edisi 1. Jakarta : EGC
Price, A. Sylvia; Wilson, M. Lorraine., 2005. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC
Rahajuningsih, D. Setiabudy., 2007. Hemostasis dan Trombosis, Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Robbins, L. Stanley; Cotran, S. Ramzi; Kumar, V., 2007. Buku Ajar PATOLOGI Robbins, Edisi 7 Volume 1. Jakarta : EGC
Setiadi, 2007. Anatomi & Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar