Cari Blog Ini

21/02/18

CASE REPORT SIROSIS HEPATIS

LAPORAN KASUS MEDIS
SIROSIS HEPATIS

Oleh:
dr. Oni Juniar Windrasmara

DOKTER INTERNSIP PERIODE XVIII
RSUD BANYUDONO
B O Y O L A L I
2016



A. Definisi
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. (2)
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsy hati. (1)

B.     Epidemiologi
Di Amerika Serikat, penyakit hati kronis dan sirosis menyebabkan 35.000 kematian tiap tahunnya. Sirosis menempati urutan kesembilan sebagai penyebab kematian di AS, sekitar 1,2% dari kematian. (3)
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu otopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. (1)
Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis berkisar  4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasikan). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam. (1)

C.    Klasifikasi
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronoduler (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronoduler (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran makro dan mikronoduler. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, dan fungsional. (1)
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis menjadi : 1) alkoholik; 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis); 3) biliaris; 4) kardiak; dan 5) metabolic, keturunan dan terkait obat. (1)
Secara fungsional sirosis terbagi menjadi :
1.      Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan laten sirosis. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening. (2)
2.      Sirosis hati dekompensata
Dikenal dengan nama sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus. (2)

D.    Anatomi dan Fisiologi
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, mempunyai berat sekitar 1.5 kg . Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat tubuh , namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen. Sekitar 300 milyar sel-sel hati terutama hepatosit yang jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan tempat utama metabolisme intermedier. (4)

Hati manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, dibawah diafragma, dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan vena cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. (4)
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yang terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupffer. Sel kupffer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain (4)


Setiap hepatosit dapat berkontak langsung dengan darah dari dua sumber : darah vena yang langsung datang dari saluran pencernaan dan darah arteri yang datang dari aorta. Darah vena memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang dikenal sebagai system porta hati. Vena yang mengalir dari saluran pencernaan tidak secara langsung menyatu dengan vena kava inferior. Malahan, vena-vena dari lambung dan usus memasuki vena porta hepatica, yang mengangkut produk-produk yang diserap dari saluran pencernaan langsung ke hati untuk diolah, disimpan, atau didetoksifikasi sebelum produk-produk tersebut mendapat akses ke sirkulasi umum. Di dalam hati, vena porta kembali bercabang-cabang menjadi jaringan kapiler (sinusoid hati) yang memungkinkan pertukaran antara darah dan hepatosit sebelum mengalirkan darah ke vena hepatica, yang kemudian menyatu dengan vena kava inferior. Hepatosit juga mendapat darah arteri segar, yang menyalurkan oksigen mereka dan menyalurkan metabolit-metabolit untuk diolah di hati. (5)
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
1)      Membentuk dan mengekskresi empedu.
Hati menyekresi sekitar 500 hingga 1000 ml empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin), kolesterol, garam anorganik, dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus, sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu) adalah hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit yang sudah tua; proses konjugasi berlangsung di dalam hati dan diekskresi ke dalam empedu. (4)
2)      Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. (4)
3)      Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
·                Senyawa 4 karbon – badan keton
·                Senyawa 2 karbon – active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
·                Pembentukan kolesterol
·                Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
·                Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi dimana serum kolesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid. (4)
4)      Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂  - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂  - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang ß – globulin hanya dibentuk di dalam hati. (4)
5)      Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi dibutuhkan vitamin K. (4)
6)      Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Vitamin larut lemak (A,D,E,K) disimpan di dalam hati; juga vitamin B12 tembaga dan besi. (4)
7)      Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. (4)
8)      Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupffer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupffer juga ikut memproduksi globulin sebagai mekanisme imun hati. (4)
9)      Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri hepatica ± 25% dan di dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu latihan, terik matahari, dan shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah (4)

E.     Histologi
Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epitelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk didalamnya endotelium, sel kuppfer, dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. (6)
            Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena hepatica dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica dan vena porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya. (6)
            Sinusoid hati memiliki lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid adalah sel fagositik kupffer yang merupakan bagian penting sistem retikuloendotelial dan sel stellata (juga disebut sel ito, liposit atau perisit ) yang memiliki aktivitas miofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hati. Peningkatan aktivitas sel-sel stellata tampaknya menjadi faktor kunci dalam pembentukan fibrosis di hati. (2)

F.     Etiologi
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis menjadi :
1. Alkoholik
2. Kriptogenik dan post hepatitis ( pasca nekrosis )
3. Biliaris
4. Kardiak, dan
5. Metabolik, keturunan dan obat. (1)
                Penyebab sirosis ada banyak. Sirosis dapat disebabkan oleh cedera langsung pada sel hati (seperti karena hepatitis) atau dari cedera tidak langsung melalui inflamasi atau obstruksi duktus biliaris. Beberapa penyebab langsung cedera langsung pada hati yaitu : alkoholisme kronik, hepatitis viral kronik (tipe B, C dan D). Beberapa penyebab tidak langsung cedera hati adalah sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer, atresia biliaris. (7)
            Penyebab lain dari sirosis yaitu penyakit keturunan seperti fibrosis kistik, defisiensi alpha-1 antitrypsin, galaktosemia, penyakit Wilson (terjadi penumpukan tembaga yang berlebihan pada hati, otak ginjal dan kornea mata), serta hemokromatosis (penyerapan serta penyimpanan zat besi yang berlebihan pada hati dan organ lain). (7)

G.    Patofisiologi
Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis adalah kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstitium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta dan sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan penetrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke vena hepatica dan arteri hepatica ke vena porta. Angiogenesis membentuk pembuluh darah baru pada lembaran fibrosa yang mengelilingi nodul. Pembuluh darah ini menghubungkan arteri hepatica dan vena porta ke venula hepatika. Adanya gangguan aliran darah seperti itu, berkontribusi dalam hipertensi porta, yang meningkat akibat nodul regenerasi menekan venula hepatica. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi saluran vaskuler tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein (misal albumin, faktor pembekuan, lipoprotein) antara hepatosit dan plasma sangat terganggu. (6), (7)
­­­­­­            Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stellata perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara normal berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami pengaktifan selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan berubah menjadi sel mirip miofibroblas. Rangsangan untuk sintesis dan pengendapan kolagen dapat berasal dari beberapa sumber : peradangan kronis, disertai produksi sitokin peradangan seperti factor nekrosis tumor (TNF), limfotoksin, dan interleukin 1; pembentukan sitokin oleh sel endogen yang cedera (sel Kupffer, sel endotel, hepatosit, dan sel epitel saluran empedu); gangguan matriks ekstrasel; stimulasi langsung sel stelata oleh toksin. (6)
Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap aliran porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula dan ekspansi nodul parenkim. Anastomosis antara system arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan hipertensi porta karena mengakibatkan system vena porta yang bertekanan rendah mendapat tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah (1) asites (2) pembentukan pirau vena portosistemik, (3) splenomegali kongestif, dan (4) ensefalopati hepatika. (8)
(1)   Asites : adalah kumpulan kelebihan cairan di rongga peritoneum. Faktor utama patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Factor lain yang berperan adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati. Kelainan ini biasanya mulai tampak secara klinis bila telah terjadi penimbunan paling sedikit 500 mL, tetapi cairan yang tertimbun dapat mencapai berliter-liter dan menyebabkan distensi massif abdomen. Cairan biasanya berupa cairan serosa dengan protein 3g/dL (terutama albumin) serta zat terlarut dengan konsentrasi serupa, misalnya glukosa, natrium, dan kalium seperti dalam darah. (4), (6)
(2)   Pirau porto sistemik : dengan meningkatnya tekanan sistem porta, terbentuk pembuluh pintas di tempat yang sirkulasi sistemik dan sirkulasi porta memiliki jaringan kapiler yang sama. Tempat utama adalah vena disekitar dan di dalam rektum (bermanifestasi sebagai hemoroid), taut kardioesofagus (menimbulkan varises esophagogastrik), retroperitoneum, dan ligamentum falsiparum hati (mengenai kolateral dinding abdomen dan periumbilikus). Walaupun dapat terjadi, perdarahan hemoroid jarang massif atau mengancam nyawa. Yang lebih penting adalah varises esofagogastrik yang terjadi pada sekitar 65% pasien dengan sirosis hati tahap lanjut dan menyebabkan hematemesis massif dan kematian pada sekitar separuh dari mereka. Kolateral dinding abdomen tampak sebagai vena subkutis yang melebar dan berjalan dari umbilicus ke arah tepi iga (kaput medusa) dan merupakan tanda klinis utama hipertensi porta. (6)
(3)   Splenomegali : kongesti kronis dapat menyebabkan splenomegali kongestif. Derajat pembesaran sangat bervariasi (sampai 1000 g) dan tidak selalu berkaitan dengan gambaran lain hipertensi porta. (8)

H.    Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Menurut Sherlock, secara klinis, Sirosis Hepatis dibagi atas 2 tipe, yaitu :
·                     Sirosis kompensata atau latent chirrosis hepatic
·                     Sirosis dekompensata atau active chirrosis hepatic
Sirosis Hepatis tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Sirosis Hepatis ini mungkin tanpa gejala apapun, tapi ditemukan secara kebetulan pada hasil biopsy atau pemeriksaan laparoskopi. (1)
Sirosis Hepatis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati misalnya ada ikterus, perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratorium pada tes faal hati. Juga ditemukan tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites, splenomegali, venektasi di perut. (1)
Gejala awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Sedangkan sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah, atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. (1)
Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati dekompensata tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami pasien dan tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan kita pada diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG Abdomen dan tes-tes laboratorium dapat membantu. (1)
Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes-tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid wave . (1)
Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis (suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil) tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosterone bebas. Tanda ini bisa juga ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesinya kecil. (1)
Eritema Palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. (1)
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. (1)
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier. Osteoarthropati hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan nyeri. (1)
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. (1)
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. (1)
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. (1)
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. (1)
Fetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. (1)
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air teh. Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. (1)
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis, Fungsi hati kita dapat menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum albumin, prothrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik. (1)
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis billier primer. (1)
GGT, konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. (1)
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. (1)
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. Prothrombin time mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. (1)
Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. (1)
Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal. Magnetic Resonance Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain mahal biayanya. (1)

Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan menggunakan klasifikasi Child Pugh. (7)

Klasisfikasi Child-Pugh (7)
Derajat Kerusakan
Minimal
Sedang
Berat
Satuan
Bilirubin Total
2
2-3
>3
Mg/dl
Serum Albumin
>3,5
2,8-3,5
<2,8
Gr/dl
Nutrisi
Sempurna
Mudah Dikontrol
Sulit Dikontrol
-
Ascites
Nihil
Dapat terkendali dengan pengobatan
Tidak dapat terkendali
-
Hepatic Encephalopaty
Nihil
Minimal
Berat/Koma
-

Kriteria Scoring
1 point
2 point
3 point
Total bilirubin  μmol/l (mg/dl)
<34 (<2)
34-50 (2-3)
>50 (>3)
Serum albumin g/l
>35
28-35
<28
PT INR
<1.7
1.71-2.30
> 2.30
Ascites
Tidak ada
Ringan
Sedang- Berat
Hepatic encephalopathy
Tidak ada
Grade I-II
Grade III-IV







Interpretasi
Points
Grade
persentil bertahan hidup dalam satu tahun
persentil bertahan hidup dalam 2 tahun
5-6
A
100%
85%
7-9
B
81%
57%
10-15
C
45%
35%


Scoring Ensefalopati Hepatik (8)
·            Grade 0 – ensefalopati hepatic ringan (sebelumnya dikenalisebagai ensefalopati subklinik). Tidak ada perubahan pada perilaku dan kehidupan harian. Gangguan minimal pada fungsi memori, konsentrasi, pola berpikir, dan koordinasi. Asterixis tidak ada.
·            Grade 1 – kesedaran menurun mulai kelihatan, konsentrasi terganggu. Hypersomnia, insomnia, dan gangguan pola tidur. Euphoria, depressi, dan mudah marah. Tidak dapat melakukan kalkulasi mudah Asterixis dapat di deteksi.
·            Grade 2 - Lethargy atau apathy. Disorientasi. Perilaku aneh . Slurred speech. Asterixis yang jelas. Perubahan perilaku yang jelas, dan tidak terlalu mampu melakukan perintah sederhana .
·            Grade 3 - Somnolen, tidak mampu sama sekali melakukan perintah sederhana, disorientasi waktu dan tempat, amnesia, cepat marah, disorientasi bahasa.
·            Grade 4 – comatous dengan atau tanpa rangsang nyeri

I.       Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain Peritonitis Bakterial Spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. (1)
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. (1)
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. (1)
Ensefalopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur ( Insomnia dan Hipersomnia ), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal. (1)

J.      Penatalaksanaan
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. (1)
1.             Pengobatan sirosis kompensata
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya: alcohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. (1)
2.             Pengobatan sirosis dekompensata
Asites. Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari. Respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bias dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. (1)
Ensefalopati hepatik. Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. (1)
Varises esophagus. Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. (1)
Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. (1)
Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur keseimbangan garam dan air. (1)
Transplantasi hati, terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu. (1)

K.    Prognosis
Sirosis berkembang sangat cepat. Jika penderita sirosis alkoholik dini segera berhenti mengkonsumsi alkohol, proses pembentukan jaringan parut di hati biasanya akan berhenti, tetapi jaringan parut terbentuk akan menetap. (1)
Secara umum, prognosisnya lebih buruk bila terjadi komplikasi serius, seperti muntah darah, asites atau fungsi otak abnormal. Kanker hati juga bisa terjadi pada penderita sirosis karena penyalahgunaan alkohol. (1)

DAFTAR PUSTAKA
           
1.      Kasper,Braunwald, Fauci,Hauser, Longo,Jameson, Cirrhosis  Hepatitis, Harrison’s Manual Of Medicine,16th edition, 2005
2.      Kasper,Braunwald, Fauci,Hauser,Longo,Jameson, Cirrhosis Hepatitis and Treatment, Harrison;s Principles of Internal Medicine, 16th edition, 2005
3.      Finlayson, Sanders, Crash course Internal Medicine,Primary Biliary Cirrhosis 3rd edition,2007
4.      Elaine N. Marieb, Katja hoehn,Human Anatomy and Physiology, 7th edition, 2007,page 914
5.      Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael, Ascites, The Merck Manual, 18th edition, Volume 1,2006 page 188
6.      Stephen J. Mcphee, Maxine A. Papadakis,Hepatology, Current Medical Diagnosis and Treatment,2008
7.      Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael, Fibrosis and Cirrhosis, The Merck Manual, 18th edition, Volume 1,2006 page 214
8.      Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael, Portal systemic Encephalopathy, The Merck Manual, 18th edition, Volume 1,2006 page 197