Rinitis vasomotor adalah suatu
inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan proses alergi, bukan proses
infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologi dari
Rinitis Vasomotor dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari
saraf autonom pada mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan
hipersekresi. Menejemen pengelolaan pada rinitis vasomotor bervariasi antara
lain dengan menghindari penyebab, psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta
terapi bedah, tetapi sampai saat ini belum memberikan hasil yang optimal.
Dalam praktek sehari – hari, rinitis
seringkali salah anggapan bahwa penyebabnya adalah alergi. Akibatnya type
rinitis yang lain (non allergic rinitis / rinitis vasomotor dan mixed rinitis)
sering kali tidak terdiagnosa. Hal ini perlu menjadi perhatian karena diagnosis
yang tidak tepat menyebabkan pengobatan tidak memuaskan.
Adanya kemiripan gejala antara rinitis
vasomotor dan rinitis alergika menyebabkan dokter umum sebagai primary care
sering tidak tepat dalam menegakkan diagnosa pada rinitis vasomotor tidak
ditemukan adanya skin tes yang (-) dan tes allergen yang (-). Sedangkan yang
alergik murni mempunyai skin tes yang (+) dan allergen yang jelas.
Rinitis alergika sering ditemukan pada
pasien dengan usia < 20 tahun, sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak
dijumpai pada usia > 20 tahun dan terbanyak diderita oleh perempuan.
Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih 58 juta penduduk amerika menderita
rinitis alergika, 19 juta menderita rinitis non-alergika dan 26 juta menderita
rinitis type campuran.
Dengan demikian diharapkan dokter
menjadi lebih teliti dalam melakukan anamnesa dan mempertimbangkan apakah
rinitis pada pasien adalah benar – benar sebagai rinitis alergika, rinitis
vasomotor atau rinitis type campuran. Sehingga pengobatan yang digunakan
memberikan hasil yang optimal.
II.1. Definisi
Rinitis vasomotor adalah terdapatnya
gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang disebabkan peningkatan aktivitas
saraf parasimpatis. Penyakit ini termasuk dalam penyakit rinitis kronis selain
rinitis alergika.
Rinitis vasomotor adalah infeksi
kronis lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan
sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan
sehingga terjadi pelebaran dan pembangkakan pembuluh darah di hidung. Gejala
yang timbul berupa hidung tersumbat, bersin dan ingus yang encer.
Rinitis vasomotor adalah kondisi
dimana pembuluh darah yang terdapat di hidung menjadi membengkak sehingga
menyebabkan hidung tersumbat dan kelenjar mukus menjadi hipersekresi.
II.2. Anatomi hidung
Hidung terdiri dari hidung bagian luar
atau piramid hidung dan rongga hidung dengan pendarahan serta persarafannya,
serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya
dari atas ke bawah :
1. Pangkal hidung ( bridge )
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung ( nares anterior )
Bagian dari cavum nasi yang letaknya
sesuai dengan ala nasi disebut dengan vestibulum. Vestibulum dilapisi oleh
kulit yang mempunyai banyak kelenjar subasea dan rambut panjang yang disebut
vibrise.
Pada dinding lateral terdapat 4 buah
konka yaitu yang terbesar bagian bawah konka inferior kemudian lebih kecil lagi
keatas adalah konka media dan lebih kecil lagi konka superior dan lebih kecil
disebut konka suprema yang biasanya rudimenter.
Diantara konka dan dinding lateral
hidung terdapat meatus nasi yang jumlahnya 3 buah yaitu meatus inferior, meatus
media dan meatus superior.
Rongga Hidung dilapisi oleh mukosa
secara histologi dan fungsional dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa
respiratori) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktori).
Mukosa pernafasan dilapisi oleh epitel
pseudokolumnar berlapis yang mempunyai silia dan terdapat sel – sel goblet.
Dalam keadaan normal warna mukosa adalah merah muda dan selalu basah karena
diliputi oleh palut lendir. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak
sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan
silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret
kental dan obat – obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap
rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi
oleh epitel pseudostratified columnar tidak bersilia. Daerah mukosa penghidu
berwarna coklat kekuningan..
Rongga hidung bagian bawah mendapat
perdarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya adalah ujung a.
palatina mayor dan a. splenopalatina yang keluar dari foramen splenopalatina
bersama n. splenopalatina. Hidung bagian depan mendapat perdarahan dari a.
fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis cabang a.
splenopalatina, a. etmoidalis anterior, a. palatina mayor dan a. labialis
superior yang membetuk Pleksus Kiesselbach yang mudah cidera oleh trauma
sehingga sering menjadi sumber epistaksis anterior.
Bagian depan dan atas rongga hidung
mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior yang merupakan cabang
dari n. nasosiliaris yang berasal dari n. ophtalmicus.
Rongga hidung lainnya sebagian lainnya
mendapat persarafan sensoris dari n. maxillaris melalui ganglion spenopalatina.
Ganglion spenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan
persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima
serabut sensoris dari n. maksilaris ( N V2 ), serabut parasimpatis dari n.
petrosus superfisialis mayor dan serabut simpatis dari n. petrosus profunda.
Ganglion spenopalatina terletak di
belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media. N. olfaktorius turun
melalui lamina cribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian
berakhir pada sel – sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di sepertiga
atas hidung.
II.2.1. Perjalanan Syaraf Otonom
Hidung
Saraf otonom yang mempersarafi mukosa
hidung berasal dari nervus vidianus yang mengandung serabut saraf simpatis dan
serabut saraf parasimpatis. Nervus vidianus terbentuk dari 2 saraf yaitu n.
petrosus superfisialis mayor dan n. petrosus profunda. Nervus petrosus
superficialis mayor yang terdapat pada dasar fossa cranialis media yang
bersifat parasimpatis dari Vertebra Cervicalis VII menuju ganglion
pterigopalatina. Nervus petrosus profunda merupakan nervus yang bersifat
simpatis yang meninggalkan pleksus carotis internus.
Nervus vidianus terbentuk pada
pertemuan kedua nervus tersebut pada dasar kepala dan memasuki canalis vidianus
(pterygoid) pada dinding anterior foramen laserum. Nervus tersebut memasuki ganglion
pterygopalatina dari arah permukaan posterior dan inervasi simpatis dan
parasimpatis didistribusikan pada semua lokasi yang berhubungan dengan ganlion
tersebut ( canalis nasalis, cavum oris, sinus paranasalis dan glandula
lakrimalis melalui cabang N.V1 dan N. V2 ).
Fossa pterygopalatina mempunyai bentuk
kerucut yang terbalik, terletak di sebelah lateral cavum nasi, anterior
inferior dari fossa cranialis media, inferior di apex orbita dan medial dari
fossa infratemporalis. Fossa pterygopalatina berhubungan dengan orbita, fossa
cranialis medialis, cavum nasi, nasofaring, cavum oris dan fossa
infratemporalis . Fossa pterygopalatina terdapat n. maxilaris, N.V2 (cabang
kedua dari N. V), pterygopalatina dan arteri maxillaris.
Batas :
Posterior
permukaan inferior os. Sphlenoidalis ala mayor
dasar dari Proc. Pterigoideus, lamina Proc.
Pterygoideus.
Anterior
permukaan posterior os maxillaris
Superior
bagian posterior fissura orbitalis inferior
proc. Orbitalis os palatina
corpus os palatina
Inferior
puncak dari canalis pterygopalatina
Medial
perpendicularis os palatina
Lateral :
terletak pada fissura pterygomaxillaris
Menghubungkan
Lokasi pada pembukaan dinding posterior.
Canalis Vidian (Canalis Pterygoideus),
berhubungan dengan fossa cranialis media pada bagian anterior dari foramen
laserum. Berisi N. Vidianus yang di bentuk oleh N. Petrosus Profunda (serabut
simpatis postganglionik). N.Vidianus juga mengandung serabut sensoris dari
nervus kranialis VIII yang menginervasi palatum molle.
Foramen Rotundum, berhubungan dengan fossa
cranialis media. Berisi n. maxillaris cabang ke II N.V (N.V2).
Canalis Pharyngeal, berhubungan dengan
nasofaring. Berisi N.Pharingealis (cabang dari N.V2, yang berasal dari ganglion
pterygopalatina) dan A.pharyngealis (cabang A.Maxillaris).
Lokasi pada pembukaan dinding superior
Foramen sphenopalatina, berhubungan dengan
cavum nasi. Berisi N.Sphenopalatina, merupakan cabang dari N.V2 dari ganglion
pterygopalatina dan A.Sphenopalatina (cabang dari A.Maxillaris).
Keluar dari dinding anterior
Fissure orbitalis inferior, berhubungan dengan
orbita. Berisi N.Infraorbitalis (cabang N.V2), A.Infraorbitalis (cabang
A.Maxilaris).
Bagian inferior fossa pterygopalatina yang
masuk kedalam canalis.
Canalis pterygopalatina, berhubungan dengan
dasar cavum oris. Canalis pterygopalatina menghubungkan foramina palatina
superior dan inferior. Berisi V.Palatina desenden (cabang N.V2) dan A.Palatina
desenden. Didalam canal, N.Palatina desenden dan A.Palatina desenden
mengeluarkan cabang media dan lateral inferior hidung.
II.2.2. Fisiologi Hidung
Fungsi hidung adalah untuk
1. Jalan nafas
2. Alat pengatur kondisi udara ( air
conditioning )
3. Penyaring udara
4. Sebagai indera peghidu
5. Resonansi suara
6. Turut membantu untuk proses suara
7. Reflek nasal.
Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi
udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke alveolus. Fungsi ini
dilakukan dengan cara mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu. Mengatur
kelembaban udara dilakukan oleh palut lendir atau mucous blanket. Pada musim
panas udara hampir jenuh dengan uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit,
sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan sebaliknya. Pengaturan suhu
dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah dibawah epitel dan adanya permukaan
konka serta septum yang luas sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal,
dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37°C.
Silia juga berfungsi sebagai pembersih
hidung sehingga akan membersihkan udara yang masuk ke dalam rongga hidung
.Kerusakan silia akan menyebabkan terkumpulnya mucus serta hilangnya fungsi
pembersih udara sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Kerusakan silia dapat
terjadi pada penyakit- penyakit seperti rhinitis. sinusitis, merokok serta pada
sindroma Kartagener, yaitu gangguan herediter yang mencakup gabungan
dekstrokardia ( situs inversus), bronkiektasis, dan sinusitis yang diturunkan
sebagai ciri resesif autosomal.
II.3. Etiologi
Penyebab pasti rinitis vasomotor ini
belum diketahui secara pasti, diduga akibat gangguan keseimbangan vasomotor.
Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal, antara lain :
Obat – obatan yang menekan dan menghambat
kerja saraf simpatis, misal ergotamin, clorpromazin, obat antihipertensi dan
obat vasokonstriktor lokal.
Faktor fisik, seperti asap rokok, udara
dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan bau yang merangsang.
Faktor endokrine, seperti kehamilan, pubertas
dan hipotiroidisme.
Faktor psikis seperti cemas, tegang
II.4. Patogenesis
Ada beberapa mekanisme yang
berinteraksi dengan hidung yang menyebabkan terjadinya rinitis vasomotor pada
berbagai kondisi lingkungan. Sistem saraf otonom mengontrol suplai darah ke
dalam mukosa nasal dan sekresi mukus. Diameter dari arteri hidung diatur oleh
saraf simpatis sedangkan saraf parasimpatis mengontrol sekresi glandula dan
mengurangi tingkat kekentalannya, serta menekan efek dari pembuluh darah
kapasitan (kapiler). Efek dari hipoaktivitas saraf simpatis atau hiperaktivitas
saraf parasimpatis bisa berpengaruh pada pembuluh darah tersebut yaitu
menyebabkan terjadinya peningkatan edema interstisial dan akhirnya terjadi
kongesti yang bermanifestasi klinis sebagai hidung tersumbat. Aktivasi dari
saraf parasimpatis juga meningkatkan sekresi mukus yang menyebabkan terjadinya
rinorea yang eksesif.
Teori lain meyebutkan adanya
peningkatan peptida vasoaktif yang dikeluarkan sel – sel seperti sel mast.
Peptida ini termasuk histamin, leukotrien, prostaglandin dan kinin. Peningkatan
peptida vasoaktif ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang
meyebabkan kongesti, hidung tersumbat, juga meningkatkan efek dari asetilkolin
pada sistem saraf parasimpatis pada sekresi nasal, yang meningkatkan terjadinya
rinorea. Pelepasan dari peptida ini bukan diperantarai oleh IgE seperti pada
rinitis alergika. Pada beberapa kasus rinitis vasomotor, eosinofil atau sel
mast kemungkinan didapati meningkat pada mukosa hidung. Terlalu hiperaktifnya
reseptor iritans yang berperan pada terjadinya rinitis vasomotor. Banyak kasus
rinitis vasomotor berkaitan dengan agen spesifik atau kondisi tertentu. Contoh
beberapa agen atau kondisi yag mempengaruhi kondisi tersebut adalah ; perubahan
temperatur, kelembaban udara, parfum, aroma masakan yang terlalu kuat, asap
rokok, debu, polusi udara dan stress (fisik dan psikis) .
Mekanisme terjadinya rinitis vasomotor
oleh karena aroma dan emosi secara langsung melibatkan kerja dari hipotalamus.
Aroma yang kuat akan merangsang sel – sel olfaktorius terdapat pada mukosa
olfaktorii. Kemudian berjalan melalui traktus olfaktorius dan berakhir secara
primer maupun sesudah merelay neuron pada dua daerah utama otak, yaitu daerah
olfaktoris medial dan olfaktoris lateral. Daerah olfaktoris medial terletak
pada bagian anterior hipotalamus. Jika bagian anterior hipotalamus teraktivasi
misalnya oleh aroma yang kuat serta emosi, maka akan menimbulkan reaksi
parasimpatetik di perifer sehingga terjadi dominasi fungsi syaraf parasimpatis
di perifer, termasuk di hidung yang dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa
rhinitis vasomotor.
Dari penelitian binatang telah
diketahui bahwa vaskularisasi hidung dipersarafi sistem adrenergik maupun oleh
kolinergik. Sistem saraf otonom ini yang mengontrol vaskularisasi pada umumnya
dan sinusoid vena pada khususnya, memungkinan kita memahami mekanisme bendungan
koana. Stimulasi kolinergik menimbulkan vasodilatasi sehingga koana membengkak
atau terbendung, hasilnya terjadi obstruksi saluran hidung. Stimulasi simpatis
servikalis menim bulkan vasokonstriksi hidung.
Dianggap bahwa sistem saraf otonom,
karena pengaruh dan kontrolnya atas mekanisme hidung, dapat menimbulkan gejala
yang mirip rinitis alergika. Rinopati vasomotor disebabkan oleh gangguan sistem
saraf autonom dan dikenal sebagai disfungsi vasomotor. Reaksi reaksi vasomotor
ini terutama akibat stimulasi parasimpatis (atau inhibisi simpatis) yang
menyebabkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular disertai udema dan
peningkatan sekresi kelenjar.
Bila dibandingkan mekanisme kerja pada
rinitis alergika dengan rinitis vasomotor, maka reaksi alergi merupakan akibat
interaksi antigen antibodi dengan pelepasan mediator yang menyebabkan dilatasi
arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas yang menimbulkan
gejala obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan rasa gatal.
Pelepasan mediator juga meningkatan aktivitas kelenjar dan meningkatkan
sekresi, sehingga mengakibatkan gejala rinorea. Pada reaksi vasomotor yang
khas, terdapat disfungsi sistem saraf autonom yang menimbulkan peningkatan
kerja parasimpatis (penurunan kerja simpatis) yang akhirnya menimbulkan
peningkatan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas,
yang menyebabkan transudasi cairan dan edema. Hal ini menimbulkan gejala
obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan gatal. Peningkatan
aktivitas parasimpatis meningkatkan aktivitas kelenjar dan menimbulkan peningkatan
sekresi hidung yang menyebabkan gejala rinorea. Pada pokoknya, reaksi alergi
dan disfungsi vasomotor menghasilkan gejala yang sama melalui mekanisme yang
berbeda. Pada reaksi alergi, ia disebabkan interaksi antigen – antibodi,
sedangkan pada reaksi vasomotor ia disebabkan oleh disfungsi sistem saraf
autonom.
II.5. Gejala dan Tanda
Gejala penderita rinitis alergi atau
rinitis vasomotor kadang – kadang sulit dibedakan karena gejala – gejalanya
mirip, yaitu obstruksi hidung, rinorea dan bersin. Biasanya penderita rinitis
alergika lebih merasakan gatal dan bersin berulang seperti “ staccato“.
Biasanya ia tidak ditemukan atau tidak jelas pada rinitis vasomotor.Reaksi bisa
disebabkan oleh disfungsi sistem saraf autonom, tetapi disamping itu, obstruksi
hidung, rinorea dan bersin dapat disebabkan oleh faktor iritasi , fisik,
endokrin dan faktor lain.Hidung mungkin sensitive terhadap pengaruh hormone,
oleh karena itu reaksi rhinitis vasomotor mungkin berhubungan dengan kehamilan
atau kontrasepsi per oral, tapi rhinitis vasomotor pada kehamilan segera
menyembuh setelah melahirkan dan mungkin berhubungan dengan keseimbangan
hormone.
Penderita dengan anamnesis rinitis
vasomotor bisa menggambarkan sensitivitas yang tidak biasa terhadap kelembaban
udara. Biasanya rinitis non alergika ini disertai dengan gejala – gejala
obstruksi saluran pernafasan hidung dan rinorea yang hebat. Biasanya tidak
terdapat variasi musim, tetapi gejalanya dapat menyerupai rinitis alergika
sepanjang tahun. Tetapi karena mungkin terdapat remisi dan eksaserbasi, maka ia
dapat pula menyerupai rinitis alergika musiman. Hal ini terjadi bila pasien
sensitif pada perubahan suhu yag menyertai perubahan musim. Biasanya penderita
rinitis vasomotor tidak mempunyai riwayat alergi pada keluarganya. Mereka
menjelaskan fenomena iritatifnya dimulai di usia dewasa. Jarang terjadi bersin
dan rasa gatal.
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan
kanan, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea yang mukus atau serosa,
kadang agak banyak. Jarang disertai bersin dan tidak disertai gatal di mata.
Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
II.6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dengan
rinoskopi anterior didapatkan konka nasalis inferior mungkin pucat, membengkak
dan polipoid. Dapat ditemukan eosinofil di dalam sekresi hidung, seperti yang
dapat dijumpai pada rinitis alergika. Walaupun belim diketahui mengapa
eosinofil juga ditemukan pada rinitis vasomotor.
II.7. Diagnosis
Diagnosis rinitis vasomotor dibuat
dengan menyingkirkan kemungkinan lain dengan mengetahui riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik pada hidung dan tenggorok serta tidak didapatkannya allergen
spesifik yang menyebabkan terjadinya gejala tersebut atau dengan pemeriksaan
skin tes yang negativ. Perubahan foto rontgen, penebalan membrana mukosa sinus
tidaklah spesifik dan tidak bernilai untuk diagnosis. Rinitis vasomotor bisa
terjadi bersama – sama dengan rinitis alergika. Setelah menyingkirkan setiap penyebab
obstruksi hidung dan sekresi hidung lainnya, maka dapat dibuat diagnosis
rinitis vasomotor.
II.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang digunakan pada
rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada factor penyebab dan gejala yang
menonjol.
Secara garis besar penatalaksanaan
dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Menghindari penyebab
Jika agen iritan diketahui, terapi
terbaik adalah dengan pencegahan dan menghindari. Jika tidak diketahui,
pembersihan mukosa nasal secar periodik mungkin bisa membantu. Bisa dilakukan
dengan menggunakan semprotan larutan saline atau alat irigator seperti Grossan
irigator.
2. Farmakologik
Antihistamin mempunyai respon yang
beragam. Membantu pada pasien dengan gejala utama rinorea. Selain antihistamin,
pemakaian antikolinergik juga efektif pada pasien dengan gejala utama rinorea.
Obat ini adalah antagonis muskarinik. Obat yang disarankan seperti Ipratropium
Bromida, juga terdapat formula topikal dan atrovent, yang mempunyai efek
sistemik lebih sedikit. Penggunaan obat ini harus dihindari pada pasien dengan
takikardi dan glaukom sudut sempit.
Steroid topikal membantu pada pasien
dengan gejala utama kongesti, rinorea dan bersin. Obat ini menekan respon
inflamasi lokal yang disebabkan oleh vasoaktif mediator yang dapat menghambat
Phospolipase A2, mengurangi aktivitas reseptor asetilkolin, menurunkan basofil,
sel mast dan eosinofil. Efek dari kortikostreroid tidak bisa segera, tapi
dengan penggunaan jangka panjang, minimal sampai 2 gr sebelum hasil yang
diinginkan tercapai. Steroid topikal yang dianjurkan seperti Beclomethason,
Flunisolide dan Fluticasone. Efek samping dengan steroid ; udem mukosa,eritema
ringan.
Dekongestan atau simpatomimetik agen
digunakan pada gejala utama hidung tersumbat. Untuk gejala yang multiple,
penggunan dekongestan yang diformulasikan dengan antihistamin dapat digunakan.
Obat yang disarankan seperti Pseudoefedrin, Phenilprophanolamin dan
Phenilephrin serta Oxymetazoline (semprot hidung). Obat ini merupakan agonis
reseptor α dan baik untuk meringankan serangan akut. Pada penggunaan topikal
yang terlalu lama (> 5 hari) dapat terjadi rinitis medikamentosa yaitu
rebound kongesti yang terjadi setelah penggunaan obat topikal > 5 hari.
Kontraindikasi pemakaian dekongestan adalah penderita dengan hipertensi yang berat
serta tekanan darah yang labil.
Pemberian preparat Kalsium seperti
Dumocalsin atau preparat Kalk dapat juga digunakan.Pada rhinitis vasomotor
terjadi peningkatan acetilkholin sebagai akibat dari dominasi parasimpatis
,untuk menurunkan kadar asetil cholin maka diperlukan adanya enzyme
asetilcholin esterase.Dengan pemberian prerat Kalk dapat meningkatkan kerja
enzyme asetil cholin esterase sehingga dapat memecah asetilkolin yang menumpuk
tersebut.
3. Bedah
Jika rhinitis vasomotor tidak
berkurang dengan terapi diatas, prosedur pembedahan dapat dilakukan antara lain
dengan Cryosurgery / Bedah Cryo yang berpengaruh pada mukosa dan submukosa.
Operasi ini merupakan tindakan yang cukup sukses untuk mengatasi kongesti,
tetapi ada kemungkinan untuk terjadinya hidung tersumbat post operasi yang
berlangsung lama dan kerusakan dari septum nasi. Neurectomi n.vidianus merusak
baik hantaran simpatis and parasimpatis ke mukosa sehingga dapat menghilangkan
gejala rinorea. Kauterisasi dengan AgNO3 atau elektrik cauter dapat dilakukan
tetapi hanya pada lapisan mukosa. Cryosurgery lebih dipertimbangkan daripada
cauterisasi karena dapat mencapai lapisan submukosa. Reseksi total atau parsial
pada konka inferior berhasil baik
Komunikasi dan diskusi dengan pasien
merupakan bagian penatalaksanaan medis yang sangat penting, terutama bila tidak
ditemukan abnormalitas yang mendasari. Konsep reaksi hidung normal berlebihan
harus didiskusikan ke pasien bahwa beberapa orang mempunyai hidung yang
sensitif. Penderita dengan sensitivitas hidung dapat diiritasi oleh pengatur
udara (AC) atau polusi udara (ruangan yang penuh dengan asap rokok atau smog).
Bila telah diterangkan konsep variabilitas biologis dan sensitivitas hidung,
pasien akan lebih memahami gangguannya. Pengertian akan sangat membantu pasien
untuk menerima dan hidup dengan kelainan ini.
Dari beberapa penelitian menunjukkan
bahwa dengan melakukan olahraga dapat meningkatkan daya tahan dan kondisi
penderita rhinitis vasomotor. Peningkatan aktivitas fisik berpengaruh pada
pengurangan produksi dari protein yang memacu timbulnya mucus. Penjelasan lain
menyebutkan dengan olahraga dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
membrane, karena dengan olah raga dapat meningkatkan kadar adrenalin sehinggga
dapat mengurangi sekresi mucus.Juga dengan olahraga akan membentuk reflek naso
pulmonal yaitu dengan meningkatkan Volume Tidal ( VT) paru dan diharapkan bila
paru terbuka maksimal maka hidung juga akan lebih terbuka, sehingga dapat
mengurangi sumbatan hidung. Ini bukanlah suatu solusi permanent dalam menangani
rhinitis vasomotor, tetapi dapat dipertimbangkan sebagai salah satu bentuk
pencegahan terjadinya eksaserbasi gejala.
II.9. Komplikasi
Biasanya komplikasi yang sering
terjadi dari rinitis vasomotor ini adalah polip hidung dan terjadinya
sinusitis.
KESIMPULAN
Rinitis vasomotor adalah suatu
inflamasi pada mukosa hidung yang bukan merupakan proses alergi, non infeksius
dan menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologinya dipercaya
sebagai akibat ketidakseimbangan saraf otonom pada mukosa hidung sehingga
terjadi pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung.
Rinitis vasomotor sering ditemukan
pada usia awitan > 20 tahun dan terbanyak diderita oleh perempuan. Diagnosa
rinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan
skin test mengingat kemiripan gejala yang juga dimiliki oleh rinitis alergika.
Rinitis alergika mempunyai hasil skin test yang (-) dan test allergen yang (-).
Faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya rinitis vasomotor antara lain
v
Perubahan temperatur ruangan
v
Parfum
v
Aroma masakan
v
Kelembaban udara
v
Aroma masakan yang terlalu kuat
v
Asap rokok
v
Debu
v
Polusi udara
v
Stress fisik dan psikis
Terapi rinitis vasomotor secara garis
besar adalah dengan :
1. Menghindari penyebab
2. Farmakologik, terdiri dari :
v
Steroid
v
Dekongestan
3. Bedah