Epistaksis
atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari, dan hampir 90% dapat
berhenti sendiri. Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai
gejala dari suatu kelainan.
Perdarahan
dari hidung dapat merupakan gejala yang sangat menjengkelkan dan mengganggu. Ia
dapat pula mengancam nyawa. Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk
mengobati epistaksis secara efektif. Perdarahan hidung tampak lebih sering
terjadi pada masa awal kanak-kanak sampai pubertas. Walaupun pada kelompok usia
tersebut biasanya tidak serius. Epistaksis berat atau yang mengancam jiwa
tampaknya meningkat dengan bertambahnya usia.
Epistaksis
adalah masalah klinis yang berbahaya, terutama bila berasal dari posterior.
Sembilan puluh persen epistaksis berasal spontan dari pleksus pembuluh darah
superfisialis didalam septum anterior inferior, dan lebih mudah ditangani
dibandingkan epistaksis posterior, yang 10% pasien dari pembuluh darah di dalam
dinding hidung lateral dekat nasofaring dan disertai dengan mortalitas 4%
sampai 5%.
1.
Definisi
Epistaksis
adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab
umum (kelainan sistemik).
2.
Etiologi
Epistaksis
dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik =
A.)
penyebab local :
-
Idopatik (85% kasus) biasanya merupakan epistaksis ringan dan berulang pada
anak dan remaja.
- Trauma
; epistaksis dapat terjadi setelah trauma ringan misalnya mengorek hidung,
bersin, mengeluarkan ingus dengan kuat, atau sebagai akibat trauma yang hebat
seperti terpukul, jatuh, kecelakaan lalu lintas.
- Iritasi
; epistaksis juga timbul akibat iritasi gas yang merangsang, zat kimia, udara
panas pada mukosa hidung.
-
Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan
udara rendah atau lingkungan udaranya sangat kering.
- Benda
asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan unilateral disertai
ingus yang berbau busuk.
-
Infeksi, misalnya pada rhinitis, sinusitis akut maupun kronis serta
vestibulitis.
- Tumor,
baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal maupun
nasofaring.
-
Iatrogenic, akibat pembedahan atau pemakaian semprot hidung steroid jangka lama.
B.)
penyebab sistemik :
-
Penyakit kardiovaskular, misalnya hipertensi dan kelainan pembuluh darah,
seperti yang dijumpai pada arteriosclerosis, nefritis kronis, sirosis hepatic,
sifilis dan diabetes mellitus. Epistaksis juga dapat terjadi akibat peninggian
tekanan vena seperti pada emfisema, bronchitis, pertusis, pneumonia, tumor
leher dan penyakit jantung. Epistaksis juga dapat terjadi pada pasien yang
mendapat obat anti koagulan (aspirin, walfarin, dll).
-
Infeksi, biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam
tifoid.
-
Kelainan endokrin misalnya pada kehamilan, menarche, menopause.
-
Kelainan congenital, biasanya yang sering menimbulkan epistaksis adalah
hereditary haemorrhagic teleangiectasis atau penyakit Osler-Weber-Rendu.
3.
Patofisiologi
Terdapat
dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada epistaksis
anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering
terjadi dan biasanya pada anak-anak) yang merupakan anastomosis cabang arteri
ethmoidakis anterior, arteri sfeno-palatina, arteri palatine ascendens dan
arteri labialis superior.
Pada
epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri
ethmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia
lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis, atau penyakit
kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Perdarahan
yang hebat dapat menimbulkan syok dan anemia, akibatnya dapat timbul iskemia
serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat menimbulkan
kematian. Oleh karena itu pemberian infuse dan tranfusi darah harus cepat
dilakukan.
4.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum penderita, sehingga pengobatan
dapat cepat dan untuk mencari etiologi.
Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi
hemostatis, uji faal hati dan faal ginjal.
Jika
diperlukan pemeriksaan radiologik hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat
dilakukan setelah keadaan akut dapat diatasi.
5.
Penatalaksanaan
Pertama-tama
keadaan umum dan tanda vital harus diperiksa. Anamnesis singkat sambil
mempersiapkan alat, kemudian yang lengkap setelah perdarahan berhenti untuk
membantu menentukan sebab perdarahan.
Penanganan
epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu anamnesis yang cermat. Hal-hal
penting adalah sebagai berikut :
- riwayat perdarahan sebelumnya
- lokasi perdarahan
- apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak
- lama perdarahan dan frekuensinya
- kecenderungan perdarahan
- riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
- hipertensi
- diabetes mellitus
- penyakit hati
- gangguan anti koagulan
- trauma hidung yang belum lama
- obat-obatan misalnya aspirin, fenilbutazon (butazolidin).
Tiga
prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan perdarahan,
mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok,
perbaiki dulu keadaan umum pasien.
Dampak
hilangnya darah harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan usaha
mencari sumber perdarahan dan menghentikannya. Walaupun sudah dihentikan,
kemungkinan fatal untuk beberapa jam kemudian untuk seorang pasien tua yang
mengalami perdarahan banyak akibat efek kehilangan darahnya adalah lebih besar
jika dibanding dengan akibat perdarahan (yang terus berlangsung) itu sendiri.
Penilaian klinis termasuk pengukuran nadi dan tekanan darah akan menunjukkan
apakah pasien berada dalam keadaan syok. Bila ada tanda-tanda syok segera
infuse plasma expander.
- Menghentikan perdarahan
Menghentikan
perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon, lebih baik
daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti dengan
sendirinya.
Posisi
penderita sangat penting, sering terjadi pasien dengan perdarahan hidung harus
dirawat dengan posisi tegak agar tekanan vena turun. Sedangkan kalau sudah
terlalu lemah, dibaringkan dengan meletakkan bantal di belakang punggungnya,
kecuali sudah dalam keadaan syok.
Sumber
perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari
bekuan darah. Kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin
1/10.000 dan lidocain atau pantocain 2 % dimasukkan ke dalam rongga hidung,
untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada waktu tindakan-tindakan
selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini dapatlah
ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian anterior atau posterior.
Perdarahan
anterior seringkali berasal dari septum bagian depan. Bila sumbernya terlihat,
tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20-30%, atau
dengan larutan Asam Trikloroasetat 10%, atau dapat juga dengan elektrokauter.
Bila
dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan
tampon anterior, dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau salep
antibiotik. Pemakaian vaselin atau salep pada tampon berguna agar tampon tidak
melekat, untuk menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut. Tampon
dimasukkan melalui nares anterior dan harus dapat menekan tempat asal
perdarahan. Tampon ini dapat dipertahankan selama 1-2 hari.
Bila
hanya memerlukan tampon hidung anterior dan tanpa adanya gangguan medis primer,
pasien dapat diperlakukan sebagai pasien rawat jalan dan diberitahu untuk duduk
tegak dengan tenang sepanjang hari, serta kepala sedikit ditinggikan pada malam
hari. Pasien tua dengan kemunduran fisik harus dirawat di rumah sakit.
Perdarahan
posterior lebih sulit diatasi sebab biasanya perdarahan hebat dan sulit dicari
sumber perdarahan dengan rinoskopi anterior. Untuk menanggulangi perdarahan
posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon Bellocq.
Tampon
ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus berdiameter kira-kira 3
cm. Pada tampon ini terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah pada satu sisi dan
sebuah pada sisi lainnya. Tampon harus dapat menutupi koana (nares posterior).
Untuk
memasang tampon posterior ini kateter karet dimasukkan melalui kedua nares
anterior sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar melalui mulut. Kedua
ujung kateter kemudian dikaitkan masing-masing pada 2 buah benang pada tampon
Bellocq, kemudian kateter itu ditarik kembali melalui hidung. Kedua ujung
benang yang sudah keluar melalui nares anterior kemudian ditarik dan dengan bantuan
jari telunjuk, tampon ini didorong ke nasofaring. Jika dianggap perlu, jika
masih tampak perdarahan keluar dari rongga hidung, maka dapat pula dimasukkan
tampon anterior ke dalam cavum nasi. Kedua benang yang keluar dari anres
anterior itu kemudian diikat pada sebuah gulungan kain kasa di depan lubang
hidung, supaya tampon yang terletak di nasofaring tidak bergerak. Benang yang
terdapat di rongga mulut terikat pada sisi lain dari tampon Bellocq, dilakatkan
pada pipi pasien. Gunanya adalah untuk menarik tampon ke luar melalui mulut
setelah 2-3 hari. Obat hemostatik diberikan juga di samping tindakan
penghentian perdarahan itu.
Pada
epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan tampon
anterior maupun posterior, dilakukan ligasi arteri. Arteri tersebut antara lain
arteri karotis interna, arteri maksilaris interna, arteri sfenopalatina dan
arteri etmoidalis posterior dan anterior.
- Mencegah komplikasi
Komplikasi
dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis sendiri atau sebagai
akibat usaha penanggulangan epistaksis.
Sebagai
akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi syok dan anemia. Turunnya tekanan
darah mendadak dapat menimbulkan iskemia serebri, insufisiensi koroner dan
infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian
infusi atau transfusi darah harus dilakukan secepatnya.
Pemasangan
tampon dapat menyebabkan sinusitis, otitis media dan bahkan septikemia. Oleh
karena itu antibiotik haruslah selalu diberikan pada setiap pemasangan tampon
hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut, meskipun akan dipasang
tampon baru, bila masih ada perdarahan.
Selain
itu dapat juga terjadi hemotimpanum, sebagai akibat mengalirnya darah melalui
tuba Eustachius, dan air mata yang berdarah (bloody tears), sebagai akbat
mengalirnya darah secara retrograde melalui duktus nasolakrimalis.
Laserasi
palatum mole dan sudut bibir terjadi pada pemasangan tampon posterior,
disebabkan oleh benang yang keluar melalui mulut terlalu ketat dilakatkan di
pipi.
- Mencegah epistaksis minor berulang
Saat
pertama kali datang, pasien mungkin tidak dalam keadaan perdarahan aktif, namun
mempunyai riwayat epistaksis berulang dalam beberapa minggu terakhir. Biasanya
berupa serangan epistaksis ringan yang berulang beberapa kali.
Pemeriksaan
hidung dalam keadaan ini dapat mengungkap adanya pembuluh-pembuluh yang
menonjol melewati septum anterior, dengan sedikit bekuan darah. Pembuluh
tersebut dapat dikauterisasi secara kimia atau listrik. Penggunaan anestetik
topical dan agen vasokonstriktor, misalnya larutan kokain 4% atau Xilokain
dengan epinefrin, selanjutkan lakukan kauterisasi, misalnya dengan larutan asam
trikloroasetat 50% pada pembuluh tersebut.
Perdarahan
berulang dari suatu pembuluh darah septum dapat diatasi dengan meninggikan
mukosa setempat dan kemudian membiarkan jaringan menata dirinya sendiri, atau
dengan merekonstruksi deformitas septum dasar, untuk menghilangkan
daerah-daerah atrofi setempat dan lokasi tegangan mukosa.
Pada
perdarahan hidung ringan yang berulang dengan asal yang tidak diketahui, dokter
harus menyingkirkan tumor nasofaring atau sinus paranasalis yang mengikis
pembuluh darah. Sinusitis kronik merupakan penyebab lain yang mungkin. Akhirnya
pemeriksa harus mencari gangguan patologik yang terletak jauh seperti penyakit
ginjal dan uremia, atau penyakit sistemik seperti gangguan koagulasi. Agar
epistaksis tidak berulang, haruslah dicari dan diatasi etiologi dari
epistaksis.
KESIMPULAN
Epistaksis
atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari dan bukan merupakan suatu
penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan.
Epistaksis
dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. Sebab local antara lain :
idiopati, trauma, infeksi hidung dan sinus paranasal, tumor, pengaruh
lingkungan, benda asing dan rinolit. Sebab sistemik yaitu penyakit
kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, gangguan endokrin, kelainan
congenital.
Pada
epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling
sering terjadi dan biasanya pada anak-anak). Pada epistaksis posterior,
perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior,
sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi,
arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler dan perdarahan biasanya hebat
dan jarang berhenti spontan.
Tiga
prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan perdarahan
secara aktif seperti dengan cara kaustik dan pemasangan tampon, mencegah
komplikasi baik sebagai akibat langsung epistaksis atau akibat usaha
penanggulangan epistaksis dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok,
perbaiki dulu keadaan umum pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
Nuty dan
Endang, Epistaksis, dalam : Efianty, Nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu
Kedokteran THT, Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002,
125-129
Peter A.
Hilger, MD, Penyakit Hidung, dalam : Harjanto, Kuswidayati, editor, BOIES, Buku
Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta, 1997, 224-233
Mansjoer,
Arif., et al (eds), Kapita Selekta Kedokteran ed.III, jilid 1, FKUI, Media
Aesculapius, Jakarta. 1999.pp; 96-99
Mark A.
Graber dan Laura Beaty, Otolaringologi, dalam : Dewi, Susilawati, editor, Buku
Saku Kedokteran Keluarga University of IOWA, ed.3, EGC, Jakarta, 2006, 745-747
mariong.com menyediakan 4 permainan
BalasHapusBerikut permainannya :
* SLOT GAME
* TEMBAK IKAN
* LIVE CASINO
* TARUHAN BOLA
HUBUNGI KONTAK KAMI :
BBM : onglucky
Whatsapp : +60 17-602 5881
LINE : onglucky
WECHAT : website8899
kunjungi kumpulan video lucu kami ya :
https://funsticky.com
https://thoselab.com