LAPORAN KASUS
MEDIS
SIROSIS HEPATIS
Oleh:
dr. Oni Juniar Windrasmara
DOKTER INTERNSIP PERIODE XVIII
RSUD BANYUDONO
B O Y O L A L I
2016
A. Definisi
Sirosis hati adalah suatu penyakit
dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system
arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi. (2)
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati
kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati
dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis
hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan biopsy hati. (1)
B.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, penyakit hati kronis dan sirosis
menyebabkan 35.000 kematian tiap tahunnya. Sirosis menempati urutan kesembilan
sebagai penyebab kematian di AS, sekitar 1,2% dari kematian. (3)
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan
ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu otopsi.
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk.
Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus
kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan
steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis
hati dengan prevalensi 0,3%. (1)
Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada,
hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis berkisar
4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian penyakit Dalam dalam kurun waktu
1 tahun (2004) (tidak dipublikasikan). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di
Bagian Penyakit Dalam. (1)
C.
Klasifikasi
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai
makronoduler (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronoduler (besar nodul
kurang dari 3 mm) atau campuran makro dan mikronoduler. Selain itu juga
diklasifikasikan berdasarkan etiologi, dan fungsional. (1)
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan
secara etiologis menjadi : 1) alkoholik; 2) kriptogenik dan post hepatitis
(pasca nekrosis); 3) biliaris; 4) kardiak; dan 5) metabolic, keturunan dan
terkait obat. (1)
Secara fungsional sirosis terbagi menjadi :
1. Sirosis
hati kompensata
Sering
disebut dengan laten sirosis. Pada stadium kompensata ini belum terlihat
gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan
screening. (2)
2. Sirosis
hati dekompensata
Dikenal
dengan nama sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus. (2)
D.
Anatomi dan Fisiologi
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia,
mempunyai berat sekitar 1.5 kg . Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat
tubuh , namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen. Sekitar 300 milyar
sel-sel hati terutama hepatosit yang jumlahnya kurang lebih 80%, merupakan
tempat utama metabolisme intermedier. (4)
Hati manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis,
dibawah diafragma, dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada
sebelah kanan. Beratnya 1200-1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan
dibawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ
abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus
oleh peritonium kecuali di daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan
vena cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. (4)
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari
serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan
masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus
biliaris. Massa dari hepar seperti spons yang terdiri dari sel-sel yg disusun
di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem
pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda
dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel
yang meliputinya terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupffer. Sel
kupffer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro
dibandingkan kapiler-kapiler yang lain (4)
Setiap hepatosit dapat berkontak langsung dengan darah
dari dua sumber : darah vena yang langsung datang dari saluran pencernaan dan
darah arteri yang datang dari aorta. Darah vena memasuki hati melalui hubungan
vaskuler yang khas dan kompleks yang dikenal sebagai system porta hati. Vena
yang mengalir dari saluran pencernaan tidak secara langsung menyatu dengan vena
kava inferior. Malahan, vena-vena dari lambung dan usus memasuki vena porta
hepatica, yang mengangkut produk-produk yang diserap dari saluran pencernaan
langsung ke hati untuk diolah, disimpan, atau didetoksifikasi sebelum
produk-produk tersebut mendapat akses ke sirkulasi umum. Di dalam hati, vena
porta kembali bercabang-cabang menjadi jaringan kapiler (sinusoid hati) yang
memungkinkan pertukaran antara darah dan hepatosit sebelum mengalirkan darah ke
vena hepatica, yang kemudian menyatu dengan vena kava inferior. Hepatosit juga
mendapat darah arteri segar, yang menyalurkan oksigen mereka dan menyalurkan
metabolit-metabolit untuk diolah di hati. (5)
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh,
merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen
darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
1) Membentuk
dan mengekskresi empedu.
Hati
menyekresi sekitar 500 hingga 1000 ml empedu kuning setiap hari. Unsur utama
empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama
lesitin), kolesterol, garam anorganik, dan pigmen empedu (terutama bilirubin
terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam
usus halus, sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami
resirkulasi ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen
empedu) adalah hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit yang sudah tua;
proses konjugasi berlangsung di dalam hati dan diekskresi ke dalam empedu. (4)
2) Fungsi
hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan,
perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain.
Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam
hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati
merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa
melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. (4)
3) Fungsi
hati sebagai metabolisme lemak
Hati
tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
·
Senyawa 4 karbon –
badan keton
·
Senyawa 2 karbon –
active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
·
Pembentukan kolesterol
·
Pembentukan dan
pemecahan fosfolipid
·
Hati merupakan pembentukan
utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi dimana serum kolesterol menjadi
standar pemeriksaan metabolisme lipid. (4)
4) Fungsi
hati sebagai metabolisme protein
Hati
mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses
transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati
merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi
urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati,
juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang ß – globulin hanya dibentuk di dalam
hati. (4)
5) Fungsi
hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati
merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX,
X. Untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi dibutuhkan
vitamin K. (4)
6) Fungsi
hati sebagai metabolisme vitamin
Vitamin
larut lemak (A,D,E,K) disimpan di dalam hati; juga vitamin B12 tembaga dan
besi. (4)
7) Fungsi
hati sebagai detoksikasi
Hati
adalah pusat detoksikasi tubuh. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan
dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi
zat-zat yang dapat berbahaya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. (4)
8) Fungsi
hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel
kupffer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupffer juga ikut memproduksi globulin
sebagai mekanisme imun hati. (4)
9) Fungsi
hemodinamik
Hati
menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/
menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri hepatica
± 25% dan di dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran
darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan
hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu latihan, terik matahari, dan
shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah (4)
E. Histologi
Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit
meliputi 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epitelial sistem
empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk
didalamnya endotelium, sel kuppfer, dan sel stellata yang berbentuk seperti
bintang. (6)
Hepatosit
sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena hepatica
dan duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica dan vena
porta serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen
secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting
kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung
dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada
sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat
permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan
penghubung dan desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya. (6)
Sinusoid
hati memiliki lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh
ruang disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding
sinusoid adalah sel fagositik kupffer yang merupakan bagian penting sistem
retikuloendotelial dan sel stellata (juga disebut sel ito, liposit atau perisit ) yang memiliki aktivitas miofibroblastik yang dapat
membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting
dalam perbaikan kerusakan hati. Peningkatan aktivitas sel-sel stellata
tampaknya menjadi faktor kunci dalam pembentukan fibrosis di hati. (2)
F. Etiologi
Sebagian
besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis menjadi :
1.
Alkoholik
2.
Kriptogenik dan post hepatitis ( pasca nekrosis )
3.
Biliaris
4.
Kardiak, dan
5.
Metabolik, keturunan dan obat. (1)
Penyebab
sirosis ada banyak. Sirosis dapat disebabkan oleh cedera langsung pada sel hati
(seperti karena hepatitis) atau dari cedera tidak langsung melalui inflamasi
atau obstruksi duktus biliaris. Beberapa penyebab langsung cedera langsung pada
hati yaitu : alkoholisme kronik, hepatitis viral kronik (tipe B, C dan D).
Beberapa penyebab tidak langsung cedera hati adalah sirosis bilier primer,
kolangitis sklerosis primer, atresia biliaris. (7)
Penyebab lain dari sirosis yaitu
penyakit keturunan seperti fibrosis kistik, defisiensi alpha-1 antitrypsin,
galaktosemia, penyakit Wilson (terjadi penumpukan tembaga yang berlebihan pada
hati, otak ginjal dan kornea mata), serta hemokromatosis (penyerapan serta
penyimpanan zat besi yang berlebihan pada hati dan organ lain). (7)
G. Patofisiologi
Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk
menjadi sirosis adalah kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif.
Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstitium
(tipe I, III, dan IV) di saluran porta dan sekitar vena sentralis, dan
kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara sel endotel sinusoid dan hepatosit
(ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen tipe IV. Pada sirosis,
kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua
bagian lobus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan penetrasinya. Juga terjadi
pirau vena porta ke vena hepatica dan arteri hepatica ke vena porta.
Angiogenesis membentuk pembuluh darah baru pada lembaran fibrosa yang
mengelilingi nodul. Pembuluh darah ini menghubungkan arteri hepatica dan vena
porta ke venula hepatika. Adanya gangguan aliran darah seperti itu, berkontribusi
dalam hipertensi porta, yang meningkat akibat nodul regenerasi menekan venula
hepatica. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang
berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi
saluran vaskuler tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut.
Secara khusus, perpindahan protein (misal albumin, faktor pembekuan,
lipoprotein) antara hepatosit dan plasma sangat terganggu. (6), (7)
Sumber utama kelebihan kolagen pada
sirosis tampaknya adalah sel stellata perisinusoid penyimpan lemak, yang
terletak di ruang Disse. Walaupun secara normal berfungsi sebagai penyimpan
vitamin A dan lemak, sel ini mengalami pengaktifan selama terjadinya sirosis,
kehilangan simpanan retinil ester, dan berubah menjadi sel mirip miofibroblas.
Rangsangan untuk sintesis dan pengendapan kolagen dapat berasal dari beberapa
sumber : peradangan kronis, disertai produksi sitokin peradangan seperti factor
nekrosis tumor (TNF), limfotoksin, dan interleukin 1; pembentukan sitokin oleh
sel endogen yang cedera (sel Kupffer, sel endotel, hepatosit, dan sel epitel
saluran empedu); gangguan matriks ekstrasel; stimulasi langsung sel stelata
oleh toksin. (6)
Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran porta di tingkat sinusoid dan penekanan
vena sentral oleh fibrosis perivenula dan ekspansi nodul parenkim. Anastomosis
antara system arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan hipertensi
porta karena mengakibatkan system vena porta yang bertekanan rendah mendapat
tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah (1) asites (2) pembentukan pirau
vena portosistemik, (3) splenomegali kongestif, dan (4) ensefalopati hepatika. (8)
(1) Asites
: adalah kumpulan kelebihan cairan di rongga peritoneum. Faktor utama
patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus
(hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia.
Factor lain yang berperan adalah retensi natrium dan air serta peningkatan
sintesis dan aliran limfe hati. Kelainan ini biasanya mulai tampak secara
klinis bila telah terjadi penimbunan paling sedikit 500 mL, tetapi cairan yang
tertimbun dapat mencapai berliter-liter dan menyebabkan distensi massif
abdomen. Cairan biasanya berupa cairan serosa dengan protein 3g/dL (terutama
albumin) serta zat terlarut dengan konsentrasi serupa, misalnya glukosa,
natrium, dan kalium seperti dalam darah. (4), (6)
(2) Pirau
porto sistemik
: dengan meningkatnya tekanan sistem porta, terbentuk pembuluh pintas di tempat
yang sirkulasi sistemik dan sirkulasi porta memiliki jaringan kapiler yang
sama. Tempat utama adalah vena disekitar dan di dalam rektum (bermanifestasi
sebagai hemoroid), taut kardioesofagus (menimbulkan varises esophagogastrik),
retroperitoneum, dan ligamentum falsiparum hati (mengenai kolateral dinding
abdomen dan periumbilikus). Walaupun dapat terjadi, perdarahan hemoroid jarang
massif atau mengancam nyawa. Yang lebih penting adalah varises esofagogastrik
yang terjadi pada sekitar 65% pasien dengan sirosis hati tahap lanjut dan
menyebabkan hematemesis massif dan kematian pada sekitar separuh dari mereka.
Kolateral dinding abdomen tampak sebagai vena subkutis yang melebar dan
berjalan dari umbilicus ke arah tepi iga (kaput medusa) dan merupakan tanda
klinis utama hipertensi porta. (6)
(3) Splenomegali
: kongesti kronis dapat menyebabkan splenomegali kongestif. Derajat pembesaran
sangat bervariasi (sampai 1000 g) dan tidak selalu berkaitan dengan gambaran
lain hipertensi porta. (8)
H. Diagnosis
dan Manifestasi Klinis
Menurut Sherlock, secara klinis, Sirosis Hepatis dibagi
atas 2 tipe, yaitu :
·
Sirosis kompensata atau
latent chirrosis hepatic
·
Sirosis dekompensata
atau active chirrosis hepatic
Sirosis Hepatis tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi
portal. Sirosis Hepatis ini mungkin tanpa gejala apapun, tapi ditemukan secara
kebetulan pada hasil biopsy atau pemeriksaan laparoskopi. (1)
Sirosis Hepatis dengan kegagalan faal hati dan
hipertensi portal. Pada penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati
misalnya ada ikterus, perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratorium pada tes
faal hati. Juga ditemukan tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites,
splenomegali, venektasi di perut. (1)
Gejala awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah
lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat
badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah
dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Sedangkan sirosis dekompensata,
gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak
begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan
gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, muntah darah, atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. (1)
Diagnosis pada penderita suspek sirosis hati
dekompensata tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami
pasien dan tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisis sudah cukup mengarahkan
kita pada diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG
Abdomen dan tes-tes laboratorium dapat membantu. (1)
Pada pemeriksaan fisis, kita dapat menemukan adanya
pembesaran hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati
justru mengecil dan tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat
menggunakan tes-tes puddle sign, shifting
dullness, atau fluid wave .
(1)
Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada
sirosis yaitu, spider telangiekstasis
(suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil) tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui,
ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosterone bebas.
Tanda ini bisa juga ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan
pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesinya kecil. (1)
Eritema Palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak
spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid,
hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
(1)
Perubahan kuku-kuku Muchrche
berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku.
Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda
ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom
nefrotik. (1)
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis billier.
Osteoarthropati hipertrofi suatu periostitis proliferative kronik, menimbulkan
nyeri. (1)
Kontraktur Dupuytren
akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari
berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan
sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi
reflex simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. (1)
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksilla pada laki-laki, sehingga
laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan
menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. (1)
Atrofi testis
hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil.
Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang
penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien
karena hipertensi porta. (1)
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta
dan hipoalbuminemia. Caput medusa
juga sebagai akibat hipertensi porta. (1)
Fetor Hepatikum, Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. (1)
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat
bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat.
Warna urin terlihat gelap, seperti air teh. Asterixis bilateral tetapi tidak
sinkron berupa pergerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. (1)
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis, Fungsi hati kita
dapat menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase,
gamma glutamil transpeptidase, serum albumin, prothrombin time, dan bilirubin.
Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT)
meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik. (1)
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali
batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien
kolangitis sklerosis primer dan sirosis billier primer. (1)
GGT, konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada
penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena
alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan
bocornya GGT dari hepatosit. (1)
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati
kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya
terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan
sirosis. (1)
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat
sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid,
selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. Prothrombin time mencerminkan
derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. (1)
Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara
rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan.
Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan
irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga
dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena
porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. (1)
Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG,
tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal. Magnetic Resonance
Imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain mahal
biayanya. (1)
Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat
beratnya sirosis dengan menggunakan klasifikasi Child Pugh. (7)
Klasisfikasi
Child-Pugh (7)
Derajat Kerusakan
|
Minimal
|
Sedang
|
Berat
|
Satuan
|
Bilirubin Total
|
2
|
2-3
|
>3
|
Mg/dl
|
Serum Albumin
|
>3,5
|
2,8-3,5
|
<2,8
|
Gr/dl
|
Nutrisi
|
Sempurna
|
Mudah Dikontrol
|
Sulit Dikontrol
|
-
|
Ascites
|
Nihil
|
Dapat terkendali dengan
pengobatan
|
Tidak dapat terkendali
|
-
|
Hepatic Encephalopaty
|
Nihil
|
Minimal
|
Berat/Koma
|
-
|
Kriteria Scoring
|
1 point
|
2 point
|
3 point
|
Total bilirubin μmol/l
(mg/dl)
|
<34 (<2)
|
34-50 (2-3)
|
>50 (>3)
|
Serum albumin g/l
|
>35
|
28-35
|
<28
|
PT INR
|
<1.7
|
1.71-2.30
|
> 2.30
|
Ascites
|
Tidak ada
|
Ringan
|
Sedang- Berat
|
Hepatic encephalopathy
|
Tidak ada
|
Grade I-II
|
Grade III-IV
|
Interpretasi
Points
|
Grade
|
persentil bertahan hidup
dalam satu tahun
|
persentil bertahan hidup
dalam 2 tahun
|
5-6
|
A
|
100%
|
85%
|
7-9
|
B
|
81%
|
57%
|
10-15
|
C
|
45%
|
35%
|
Scoring Ensefalopati
Hepatik (8)
·
Grade 0 –
ensefalopati hepatic ringan (sebelumnya dikenalisebagai ensefalopati
subklinik). Tidak ada perubahan pada perilaku dan kehidupan harian. Gangguan
minimal pada fungsi memori, konsentrasi, pola berpikir, dan koordinasi.
Asterixis tidak ada.
·
Grade 1 –
kesedaran menurun mulai kelihatan, konsentrasi terganggu. Hypersomnia,
insomnia, dan gangguan pola tidur. Euphoria, depressi, dan mudah marah. Tidak
dapat melakukan kalkulasi mudah Asterixis dapat di deteksi.
·
Grade 2 -
Lethargy atau apathy. Disorientasi. Perilaku aneh . Slurred speech. Asterixis
yang jelas. Perubahan perilaku yang jelas, dan tidak terlalu mampu melakukan
perintah sederhana .
·
Grade 3 -
Somnolen, tidak mampu sama sekali melakukan perintah sederhana, disorientasi
waktu dan tempat, amnesia, cepat marah, disorientasi bahasa.
·
Grade 4 –
comatous dengan atau tanpa rangsang nyeri
I. Komplikasi
Morbiditas
dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi
yang sering dijumpai antara lain Peritonitis Bakterial Spontan, yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra
abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen. (1)
Pada
sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan
hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan
filtrasi glomerulus. (1)
Salah
satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai 40% pasien
sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu
satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan
beberapa cara. (1)
Ensefalopati
hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada
gangguan tidur ( Insomnia dan Hipersomnia ), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat
hydrothorax dan hipertensi portopulmonal.
(1)
J.
Penatalaksanaan
Sekali
diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus tanpa dapat
dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk mencegah
timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan
menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan.
Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB
dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
(1)
1.
Pengobatan
sirosis kompensata
Tatalaksana
pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,
diantaranya: alcohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa
menghambat kolagenik. Hepatitis autoimun; bisa diberikan steroid atau
imunosupresif. Penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis. (1)
2.
Pengobatan
sirosis dekompensata
Asites. Tirah baring
dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90
mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sehari. Respon diuretic
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema
kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak
adekuat bias dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal
dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin. (1)
Ensefalopati hepatik.
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan
untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dikurangi sampai
0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai
cabang. (1)
Varises esophagus.
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta
(propanolol). Waktu perdarahan akut, bias diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. (1)
Peritonitis
bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida. (1)
Sindrom
hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur keseimbangan
garam dan air. (1)
Transplantasi
hati, terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien
dahulu. (1)
K.
Prognosis
Sirosis
berkembang sangat cepat. Jika penderita sirosis alkoholik dini segera berhenti
mengkonsumsi alkohol, proses pembentukan jaringan parut di hati biasanya akan
berhenti, tetapi jaringan parut terbentuk akan menetap. (1)
Secara
umum, prognosisnya lebih buruk bila terjadi komplikasi serius, seperti muntah
darah, asites atau fungsi otak abnormal. Kanker hati juga bisa terjadi pada
penderita sirosis karena penyalahgunaan alkohol. (1)
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Kasper,Braunwald, Fauci,Hauser, Longo,Jameson,
Cirrhosis Hepatitis, Harrison’s Manual
Of Medicine,16th edition, 2005
2.
Kasper,Braunwald,
Fauci,Hauser,Longo,Jameson, Cirrhosis Hepatitis and Treatment, Harrison;s
Principles of Internal Medicine, 16th edition, 2005
3.
Finlayson, Sanders, Crash
course Internal Medicine,Primary Biliary Cirrhosis 3rd edition,2007
4.
Elaine N. Marieb, Katja
hoehn,Human Anatomy and Physiology, 7th edition, 2007,page 914
5.
Mark, Robert, Thomas, Justin,
Michael, Ascites, The Merck Manual, 18th edition, Volume 1,2006 page
188
6.
Stephen J. Mcphee, Maxine A.
Papadakis,Hepatology, Current Medical Diagnosis and Treatment,2008
7.
Mark, Robert, Thomas, Justin,
Michael, Fibrosis and Cirrhosis, The Merck Manual, 18th edition,
Volume 1,2006 page 214
8.
Mark, Robert, Thomas, Justin,
Michael, Portal systemic Encephalopathy, The Merck Manual, 18th
edition, Volume 1,2006 page 197